(Balada Lupi Abu dan Betty Lovia)
by: Nafiisah FB
Hari Senin di minggu ini benar-benar jadi hari yang menyebalkan bagi para penghuni White House. Menyebalkan dalam definisi mereka masing-masing.
Buat Joan, hari Senin ini menyebalkan karena kembali mendapat teguran dari Bu Tari. Masalah rok pendek lagi. Enggak cukup di ruang kuliah, Bu Tari mengajak Joan bicara di ruangannya. Dua jam! Habis Joan ngotot kasih argumen, sih.
”Bu, ini kan hak asasi manusia! Terserah saya dong mau pake’ apa juga! Badan kan badan saya. Baju juga baju saya! Ibu enggak bisa larang-larang saya!”
Bu Tari mengangguk-angguk, sambil membenahi letak khimar[1]-nya. Dia mengeluarkan sebuah gunting dari laci mejanya.
”Oke. Saya gunting rok kamu,” ucap Bu Tari tenang.
”Loh kok?! Saya masih punya moral, Bu! Saya enggak mau telanjang!”
”Kamu ada di ruangan siapa?” tanya Bu Tari dengan intonasi rendah.
”Ruangan ibu.”
”Gunting, gunting siapa?” tanya Bu Tari masih dengan lembut.
”Gunting Ibu.”
”Tangan, tangan siapa?”
”Tangan Ibu.”
”Ya, terserah saya dong mau melakukan apa yang saya mau! Kamu enggak bisa larang-larang saya!”
Suara Bu Tari meledak. Joan terperanjat, lalu diam sejenak.
”Tapi, saya enggak mau rok saya digunting,” kata Joan pelan.
”Kamu aneh, Jo. Kamu pamerin tubuh indah kamu kaya’ gitu kamu bilang hak asasi. Saya sekarang coba bantu kamu mendapatkan hak asasi kamu lebih lagi, kamu enggak mau. Harusnya kamu seneng. Kalau saya gunting rok kamu, kan tubuh indah kamu bisa lebih terlihat. Hak asasi kamu terpenuhi. Lebih malah! Ya kan?”
Joan diam.
”Lalu, kamu yakin badan kamu itu punya kamu?”
”Ya iyalah, Bu! Masa’ iya ini badan ibu yang saya bawa-bawa!”
”Emang kamu pernah beli di mana?”
”Ibu aneh! Ya enggak beli lah! Dari jaman saya baby cubby badan ini udah ada.”
”O. Jadi kamu enggak beli. Kamu minta?”
”Ih, Ibu! Pertanyaannya kok aneh-aneh sih?! Gimana saya bisa minta badan yang kaya’ gini? Waktu kecil kan saya enggak bisa ngomong!”
”Berarti badan kamu hasil pemberian dong ya.”
”Iya lah! Tuhan yang kasih!”
”Jadi tubuh kamu itu punya Alloh atau punya kamu? Kan, kamu enggak beli. Kamu juga enggak minta. Alloh yang kasih, seperti yang kamu bilang tadi.”
DEG! Joan terkesiap.
Bu Tari melanjutkan, ”Alloh yang kasih tubuh kamu. Alloh yang memiliki tubuh indah kamu, Jo. Alloh yang menciptakan tubuh itu. Dan, sebagai Pemberi, Alloh pasti akan sangat senang kalau kamu mau menjaga tubuh indah itu seperti yang Dia mau.”
Joan masih diam.
”Seperti yang Tuhan mau?” tanya Joan dalam hati.
”Baca ini.”
Bu Tari menyodorkan sebuah buku. Joan menerima.
”Perempuan-perempuan yang Dicintai Surga.”
Joan membaca judul buku itu pelan.
”Buat kamu.”
Bu Tari tersenyum. Senyum terindah Bu Tari yang baru kali pertama Joan lihat.
oooOooo
Hari Senin ini juga menyebalkan buat Ayuni. Kekesalan dirasakannya dua ratus kali lebih lagi! Kesal karena ditegur Bu Tari soal dandanannya. Untung Ayuni bisa menahan diri. Diam, sambil sok manggut-manggut nurut. Coba kalau enggak, bisa bernasib sama dengan Joan. Gitu pikir Ayuni. Eh, habis Bu Tari ternyata ada yang ikutan kasih nasihat. Ayuni bertemu Farah di taman. Farah itu mahasiswi yang lumayan populer karena IP-nya yang tiga koma dan juga aktivis dakwah yang vokal. Mereka enggak sengaja satu bangku berhadapan.
”Bukannya aku sok ikut campur, Ay. Tapi, ini semua karena rasa sayang aku. Kamu akan lebih dihargai kalau kamu mau menghargai diri kamu sendiri. Dengan menjadikan kecantikan kamu itu eksklusif! Karena memang Alloh ciptain tubuh kita ini eksklusif, Ay! Harga Surga! Seharusnya enggak sembarangan orang bisa lihat tubuh kamu. Enggak kaya’ sekarang! Semua mata cowok bisa gampang dapet akses ngeliat tubuh kamu. Yang alim, yang playboy, yang … .”
”Eh, merekanya aja yang enggak bisa jaga mata! Gua lagi yang disalahin! Dan, elo enggak usah ya ngomong apa-apa lagi tentang gua! Elo bukan siapa-siapa gua!”
Setelah itu Ayuni pergi meninggalkan taman, marah. Farah menghela nafas, menghela gelisah.
”Terserah, Ay. Kamu mau bilang aku bukan siapa-siapa kamu, terserah. Tapi, buat aku, kamu akan tetap jadi sahabat aku. Selamanya! Dan, aku enggak akan pernah berhenti ngomong kaya’ gitu ke kamu! Aku jamin!” lirih Farah.
Farah pernah jadi sohibnya. Sekarang mereka berjauhan, karena perbedaan prinsip yang mereka pegang. Farah punya prinsip, cantik itu takdir. Menjadi solehah? Itu yang mesti diperjuangkan. Kalau Ayuni? Dia punya prinsip, cantik itu takdir dan menjadi cantik mesti diperjuangkan.
oooOooo
Joan bete. Ayuni lebih bete. Lupita? Doi enggak bete tuh! Tapi, dia lagi parno! Paranoid gitu.
Buat Lupita, hari Senin ini jadi hari paling horor, saudara-saudara! Jerawatnya yang besar-besar dan merah bikin dia enggak nyaman. Krim jerawatnya yang habis, bikin jerawatnya makin leluasa nampang dan menarik perhatian orang.
“Sialan nih jerawat! Enggak lolos audisi idol, malah nampang di muka gua! Aduuh, nasib, nasib!”
oooOooo
Buat Betty, hari Senin itu seharusnya adalah hari yang membahagiakan. Kuis biokimianya dapat A lagi. Tapi, itu enggak bisa membuat Betty lepas dari rasa sebal. Gagang kacamatanya patah. Rita yang buru-buru duduk di dekatnya enggak ngeh kalau ada kacamata Betty di situ. Rita panik karena mendadak ada kuis kalkulus di jam kuliah ke duanya. Dan, satu-satunya peri penolong buat dia saat itu adalah Betty. Betty akhirnya harus memegangi kacamatanya sepanjang jam kuliah berikutnya. Ih, sebal deh!
oooOooo
Buat Rita, hari Senin minggu ini juga jadi hari yang menyebalkan. Bikin sesak! Gitu sih yang dia rasain. Dia harus merelakan uang jatah jajannya untuk mengganti gagang kacamata Betty. Enggak ada lagi soymay Pak Diman. Enggak ada lagi bakso bola tenis yang bikin lidah bergoyang. Enggak ada lagi es cingcau gula merah asli bersantan kental. Enggak ada lagi nasi uduk Mak Jihan. Enggak ada lagi rendang. Enggak ada lagi ikan pindang.
”Hu … hu … apes banget sih gua. Enggak bisa makan enak deh nih. Hu … hu ….”
Rita membuka lemari es mungil miliknya.
”Mana coklat cuma ada lima batang. Sirup tinggal sisa setengah botol. Roti tawar tinggal empat lembar. Brownies tinggal lima iris. Keju tinggal dua iris. Mesis abis! Sosis? Duuh, sosis tinggal sebungkus lagi! Chiken nugget juga sebungkus. Es krim tinggal dua gelas. Kentang, apel, anggur, pir, …. Waaaa! Gua bakal kelaperaaaan! Hu … hu … dua hari gua harus nahan keroncongan! Sekarang aja udah keroncongan. Hu … hu ….”
Ck, ck, ck. Rita … nasibmu, Nak. […bersambung]
[1] Khimar atau kerudung adalah kain atau bahan saja yang dapat menutupi kepala, punggung, dan wilayah dada.