Oleh Umar Abdullah*
Selasa 2 Maret 2010 melalui tayangan tivi saya melihat fenomena mencengangkan pada Sidang Paripurna DPR. Saat Idrus Marham menyampaikan pidato, ada anggota DPR yang nampaknya dari kubu yang berseberangan meneriakinya dengan ”huuu… huuu… huuu..!” Kejadian itu berulang-ulang setiap Idrus Marham menyebut nama orang-orang tertentu. Teriakan ”huuu.. huuu.. huuu…!” itu terdengar mirip lolongan anjing yang melihat setan.
Saya teringat dengan kejadian beberapa puluh tahun yang lalu yang saya baca di buku-buku sejarah. Bagaimana seorang Haji Agus Salim ketika berpidato di depan Parlemen RI diteriaki oleh orang-orang PKI dengan teriakan ”mbeeek… mbeeek… mbeeek!” Mereka ingin menyamakan Haji Agus Salim yang memiliki jenggot panjang dengan kambing. Namun dengan tangkas Haji Agus Salim menghentikan pidatonya dan menjawab ejekan itu dengan kata-kata kira-kira seperti ini: ”Maaf, saya tidak sedang bicara dengan kambing-kambing..” Seketika itu juga, orang-orang PKI itu terdiam seribu bahasa. Sayang Idrus Marham tidak setangkas Haji Agus Salim. Idrus terus membacakan pidatonya, dan teriakan “huuu… huuu… huuu…” itu terus terdengar.
Tayangan berikutnya, salah satu stasiun tivi swasta yang menyorot tingkah huuu… huuu…. anggota DPR tersebut mewawancarai yang bersangkutan. Diperlihatkan kepadanya bagaimana tingkahnya tadi di sidang paripurna DPR terekam kamera tivi dan ditanyakan kepadanya kenapa ia melakukan tingkah yang tidak sopan itu. Apa kata anggota DPR ”yang terhormat” itu? ”Lho, itu tidak melanggar aturan tata tertib DPR?”, katanya. Gubrak!!
Wauw, ternyata beginikah DPR saat ini? Beginikah anggota partai yang ketua dewan penasehatnya beberapa waktu yang lalu tersinggung oleh Kerbau Sibuya lalu mengatakan bahwa berdemokrasi itu harus santun? Atau jangan-jangan kelakuan itu sering terjadi di gedung DPR? Sayanya saja yang tidak tahu karena persidangan yang diliput tivi kan baru-baru saja. Atau inikah tingkah polah ”wakil rakyat” yang katanya dipilih secara demokratis itu? Mungkin saja. Karena Ruhut Sitompul pun memberikan ”teladan yang gamblang” mengenai ”apa itu berdemokrasi”.
Hemm.. akhirnya demokrasi membuka topengnya sendiri. Topeng kebohongan yang disematkan guru-guru mereka (dua diantaranya sudah meninggal) agar demokrasi terlihat manis. Jargon bahwa demokrasi itu menghargai perbedaan, ternyata bohong. Jargon bahwa demokrasi itu memberi kesempatan orang menyuarakan pendapatnya walau berbeda dengan pendapat kita sendiri, juga omong kosong! Buktinya pidato Idrus Marham dari Partai Golkar dikacaulecehkan oleh orang-orang dari partai yang mengatakan diri mereka ”demokrat”.
Tapi yang bukan omong kosong dan terbukti jelas bahwa demokrasi hanya menurunkan derajat manusia ke derajat binatang. Kalau di zaman Orde Lama demokrasi melahirkan politisi-politisi ”sekelas kambing”. Maka di Era Reformasi ini demokrasi lebih parah lagi, melahirkan politisi-politisi ”sekelas anj..g”.
Teringatku memory masa laluku akan sebuah lirik serak dari Iwan Fals: ? ..Si anjing liar dari Yogyakarta… Apa kabarmu… ?
* Penulis naskah VCD Sejarah Lahirnya Ideologi Liberal