Selamatkan Anak-Anak Kita!

Fenomena Babeh yang menyodomi dan membantai hingga tewas sedikitnya 10 anak, tentunya sangat mengiris hati kita. Kenyataanya pembunuhan dan penganiayaan anak hanyalah sekelumit  dari sekian banyak masalah perampasan hak-hak anak-anak kita. Dan dari hari ke hari, fakta kehidupan anak-anak kita semakin suram. Mengapa ini bisa terjadi dan bagaimana Islam memiliki jalan keluar yang akan menyelamatkan dan melindungi anak-anak kita, kita akan membahasnya bersama Ustzh. Ir Lathifah Musa. Beliau adalah Pemimpin Redaksi Majalah Udara Voice Of Islam.

Tapi sebelumnya saya akan berpantun dulu:

Jalan ke toko membeli kaca mata

Pilihlah yang pas dipakainya

Anak adalah cahaya dan penyejuk mata

Maka kita semua dan negara harus senantiasa menjaganya

Ustadzah, bagaimana memandang fenomena pembunuhan anak-anak jalanan yang dilakukan oleh seorang dewasa yang disebut babeh oleh anak-anak itu sendiri?

Banyak sekali fenomena yang menunjukkan bahwa hak-hak anak di negeri ini masih saja belum terpenuhi. Puncak fenomena yang saat ini seperti menyayat mata kita adalah kasus sodomi dan pembunuhan anak-anak jalanan secara sadis oleh babeh. Orang yang notabene dipandang oleh anak-anak itu sendiri sebagai sosok seorang ayah yang melindungi dan memperhatikan hak-hak mereka. Anak-anak jalanan sendiri adalah anak-anak yang secara hak sudah banyak terampas. Mereka harus bertarung dengan kehidupan keras jalanan untuk mendapatkan uang demi menyambung kebutuhan sehari-hari. Mereka kehilangan hak kasih sayang yang baik dari kedua orang tuanya. Mereka kehilangan hak untuk belajar secara menyenangkan. Mereka kehilangan hak bermain yang bersifat mendidik dan melatih motorik. Mereka kehilangan hak mendapatkan rumah yang nyaman,  jaminan kesehatan dan keamanan. Dalam kasus pembunuhan oleh babeh, ini seharusnya menjadi puncak kejadian yang membelalakkan mata orang dewasa tentang perampasan hak anak yang sudah luar biasa. Selain menganalisis mengapa persoalan ini muncul, harus pula disadari pihak yang paling bertanggung jawab dalam kasus perampasan hak anak

Mengapa bisa muncul persoalan seperti ini?

Fenomena pembunuhan anak jalanan oleh Babeh ini adalah potret dari kondisi masyarakat yang sakit. Babeh sendiri adalah seorang anak desa yang mengalami kesulitan ekonomi sehingga pergi mengadu nasib ke Jakarta. Di Jakarta ia menjadi remaja korban sodomi yang akhirnya ia menjadi seorang homoseksual, paedophili. Homoseksual karena menyukai berhubungan seks dengan laki-laki. Paedophili karena anak laki-laki yang menjadi sasarannya. Problem anak jalanan adalah problem dari sosok seorang babeh sendiri. Dia muncul karena sistem kapitalistik yang memicu jurang dalam antara kaya dan miskin. Sistem ini juga sudah semakin memperbanyak orang miskin dan teraniaya. Kehidupan ekonomi rakyat kecil yang susah membuat orang-orang desa terpaksa harus ke kota. Di desa sudah tidak ada lagi yang bisa dimanfaatkan. Banyak desa-desa di pulau Jawa yang sudah tergusur industrialisasi yang tidak memikirkan masyarakat kecil sekitarnya. Fasilitas yang memudahkan orang untuk hidup juga tidak didapatkan lagi di desa. Di kota, kehidupan kapitalistik ditopang oleh liberalisasi gila-gilaan yang bukan saja menyentuh masalah ekonomi tetapi juga sosial. Orang mau jadi homo, waria, seks bebas, itu sah-sah saja. Karena dipandang itu adalah persoalan pribadi. Berbeda kalau ia merampok atau mengganggu orang lain. Tapi kenyataannya membiarkan orang bebas adalah sama dengan melepaskan setan terbelenggu.   Sejak jaman dulu, para nabi (utusan Allah SWT) selalu melarang homoseksual dan seks bebas. Homoseksual adalah salah satu perlaku yang menjadi sumber kerusakan pada manusia. Pada saat kehidupan seksual manusia ini dibiarkan tak terkendali secara liar, sebagaimana hewan maka muncullah perilaku-perilaku buas lainnya. Banyak sekali temuan pembunuhan sadis yang dilakukan oleh seorang homo. Seperti kasus Rian dari Jombang dan Babeh di Jakarta ini. Para psikolog yang jujur  juga akan mengungkapkan bahwa homoseksual memiliki gejala-gejala sadistis terpendam seperti ini. Seorang pelaku sodomi akan menjadi orang yang tega melihat orang yang dibunuhnya meregang nyawa. Sebagaimana dalam pemeriksaan pada kasus Babeh, psikolog yang memeriksanya mengatakan bahwa Babeh ini merasakan kegembiaraan yang luar biasa ketika memotong-motong tubuh anak laki-laki itu. Ini sudah perilaku yang dikendalikan setan. Dan seperti inilah sistem yang dibiarkan bebas/ liberal. Kalaupun aparat berusaha mencegah kasus pembunuhan terjadi, namun ibarat memadamkan api, tidak melalui sumbernya. Maka apinya akan terus berkobar. Jadi persoalan yang paling prinsip adalah sistem yang rusak yang harus segera diperbaiki

Bagaimana Islam memandang persoalan hak anak ini? Tanggung jawab siapa?

Islam memandang bahwa anak-anak memiliki hak-hak yang wajib dipenuhi oleh pihak-pihak yang bertanggung jawab. Hak-hak ini dirumuskan berdasarkan dalil-dalil syar’iy, antara lain:

  1. Hak hidup. Anak memiliki hak hidup, sejak dalam kandungan. Untuk itu Islam mewajibkan seorang ibu memelihara janin dalam kandungannya dan mengharamkan aborsi bagi janin yang telah ditetapkan hak hidupnya. Hak hidup pada anak juga dapat dilihat ketika Islam mengharamkan aborsi, pembunuhan anak dan mengatur penangguhan hukuman pada wanita hamil. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Isro ayat 31: “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberikan rizki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar”.
  2. 2. Hak mendapatkan nama yang baik. Islam menganjurkan para orang tua untuk memberikan nama yang baik pada anaknya, yakni nama yang memberikan identitas Islam pada anak, harapan serta doa kebaikan bagi mereka. Abul Hasan meriwayatkan bahwa suatu hari seseorang bertanya kepada Rasullulah SAW : “Ya Rasullulah apakah hak anakku dariku?” Nabi menjawab “Engkau baguskan nama dan pendidikannya, kemudian engkau tempatkan ia di tempat yang baik”. Sabda Rasullulah SAW yang lain : “Baguskanlah namamu karena dengan nama itu kamu akan di panggil pada hari kiamat nanti” (HR Abu Dawud dan Ibnu Hibban)
  3. 3. Hak Penyusuan dan Pengasuhan (Hadhonah)
    Anak berhak mendapatkan penyusuan selama 2 tahun, sebagaimana firman Allah SWT : “Para ibu hendaknya menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuannya (Q.S Al-Baqarah 233). Jika ibu tidak mampu menyusui karena kelemahannya atau bercerai dengan ayah si anak kemudian menikah lagi dengan suami lain sehingga terkendala dalam memberikan  ASI maka Islam mensyariatkan  kebolehan ayah untuk mengupah wanita lain menyusui anaknya.. Sebagaimana firman Allah SWT : “Dan jika kamu menginginkan anak-anakmu disusukan oleh orang lain maka tidak ada dosa bagimu untuk memberikan pembayaran menurut yang patut” (Q.S Al Baqoroh 233)
    Anak juga berhak mendapatkan pengasuhan yang baik. Islam mengatur hak pengasuhan sekaligus kewajiban pada pihak tertentu. Dalam hal ini adalah pihak ibu yang lebih utama dalam pengasuhan ini. Rasullulah SAW pernah ditemui seorang wanita, ia berkata : “ Wahai Rasullulah, Sesungguhnya anakku dulu dikandung dalam perutku, susuku sebagai pemberinya minum dan pangkuanku menjadi buaiannya. Sementara ayahnya telah menceraikanku, tetapi ia hendak mengambilnya dariku. “Kemudian Rasullulah bersabda: “Engkau lebih berhak kepadanya selama engkau belum menikah”
  4. 4. Hak Mendapatkan Kasih Sayang
    Anak berhak menerima kasih sayang dari orang tuanya dan orang-orang dewasa di sekitarnya. Rasullulah SAW memberikan keteladanan bagaimana mengasihi anak-anak. Sabda Rasullulah SAW:” Orang yang paling baik diantara kamu adalah yang paling penyayang diantara keluarganya”
  5. 5. Hak Mendapatkan perlindungan dan nafkah dalam keluarga
    Ketika Islam memberikan kepemimpinan kepada seorang ayah di dalam keluarga, saat itulah anggota keluarga yang lain, termasuk anak di dalamnya, mendapatkan hak perlindungan dan nafkah dalam keluarga. Firman Allah dalam surat Al-Baqoroh : 233 yang artinya: ….”Dan kewajiban ayah memberikan makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf…”
  6. 6. Hak Pendidikan dalam Keluarga
    Rasullulah mengajarkan betapa besarnya tanggung jawab orang tua dalam pendidikan anak. Sabdanya SAW : “ Tidaklah seorang anak yang lahir itu kecuali dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanya yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani atau Majusi. “ (HR Muslim)
    Mendidik anak adalah tanggung jawab bersama antara ayah dan ibu, sehingga diperlukan pasangan yang seakidah, dan sepemahaman dalam pendidikan anak. Jika tidak demikian tentunya sulit mencapai tujuan pendidikan anak dalam keluarga.
  7. 7. Hak Mendapatkan Kebutuhan Pokok Sebagai Warga Negara
    Sebagai warga negara, anak juga mendapatkan haknya akan kebutuhan pokok yang disediakan secara masal oleh negara kepada warga negara. Kebutuhan itu meliputi : pendidikan di sekolah, pelayanan kesehatan dan keamanan. Pelayanan massal ini merupakan pelaksanaan kewajiban negara kepada rakyatnya, seperti sabda Rasullulah SAW: “Seorang imam (pemimpin) adalah bagaikan penggembala, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas gembalaannya (HR. Ahmad, Syaikhan, Tirmidzi, Abu Dawud, dari Ibnu Umar).
    Apabila hak-hak anak tersebut terpenuhi maka anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang berkualitas.

Memperbaiki sistem bukan hal yang mudah, maka apa yang harus dilakukan?

Yang penting terlebih dahulu saat ini adalah kesadaran bahwa sistem ini rusak. Sistem yang bersumber dari selain Allah SWT, senantiasa bersifat bathil atau berpeluang masuknya kebathilan. Dengan demikian baik demokrasi kapitalis ataupun sosialis, akan tetap selamanya rusak dan merusak manusia. Karena dibangun di atas asas liberal yang membebaskan manusia untuk memilih aturannya sendiri.[]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *