Sejarah Singkat Perayaan Maulid Nabi

Oleh Umar Abdullah

Maulid Nabi sebagai sebuah perayaan, tidak pernah terjadi di masa Rasulullah saw, juga tidak terjadi di masa al-Khulafaur Rasyidin ra, generasi tabi’in dan generasi tabi’it tabi’in rh. Menurut catatan sejarah, Maulid Nabi Muhammad saw sebagai sebuah perayaan baru muncul pada abad ke-4 H, tepatnya pada tahun 362 H oleh al-Muiz lidinillah al-Fathimi di Kairo, Mesir.

Al-Muiz lidinillah al-Fathimi adalah seorang Isma’il bathini yang mengikuti paham kebatinan dari aliran Ismailiyah, sehingga ia keluar dari dinul Islam. Kelompok Ismailiyah ini memisahkan Mesir dari Khilafah Abbasiyah yang saat itu berpusat di Baghdad dan mendirikan sebuah negara di Mesir yang bercorak kebatinan. Dari kelompok Ismailiyah inilah muncul perayaan hari raya al-Ghadir yag merupakan hari raya Syi’ah, hari raya Nairuz yang merupakan hari raya Persia, hari raya al-Khamis (Paskah) yang merupakan hari raya Nasrani, hari raya kelahiran Ali bin Abi Thalib, hari maulid al-Hasan, al-Husain, Maulid Fathimah, Maulid Khalifah al-Qaim bi Amrillah, dan hari raya tahun baru Hijriyah, juga hari raya Maulid Nabi saw yang mereka jadikan salah satu hari raya di antara hari raya-hari raya kaum muslimin.

Nah inilah yang menjadi pangkal kontroversi di kalangan para ulama, apakah Maulid Nabi merupakan bagian dari syariat Islam atau tidak, sesuatu yang boleh dikerjakan atau tidak.

Namun demikian para ulama, baik yang pro maupun kontra, semoga Allah merahmati mereka semua, bersepakat bahwa Maulid Nabi boleh dijadikan sebagai sarana atau moment untuk mengungkapkan kecintaan kita kepada Rasulullah saw, untuk menampakkan rasa syukur kita kepada Allah atas karunia yang diberikan kepada umat manusia dengan kelahiran baginda Rasulullah saw, atau memanfaatkan peringatan Maulid Nabi sebagai moment untuk mengadakan kajian dan ceramah-ceramah di berbagai penjuru dunia Islam  dengan maksud mengingatkan kaum muslimin terhadap sirah Rasulullah saw, mengingatkan mereka kepada agama dan sejarah mereka, serta warisan mereka yang agung. Untuk hal-hal semacam inilah para ulama bersepakat mengadakan peringatan Maulid Nabi hukumnya mubah alias boleh.[]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *