Perlukah Mendidik Anak Kreatif?

Program: Voice of Islam | Rubrik: HOMESCHOOLING | Narasumber: Ir. Lathifah Musa | Topik: PERLUKAH MENDIDIK ANAK KREATIF

Pergi ke pertokoan mencari kacamata

Agar bisa dipakai untuk melihat dengan baik

Kreatif itu bukan berasal dari kecerdasan semata

Tapi  ia lahir dari motivasi untuk beramal yang terbaik

Home schooling kami hadirkan sebagai alternative pendidikan berkualitas dalam keluarga kita di tengah arus liberalisasi dan kapitalisasi yang semakin merusak dan mematerialistiskan dunia pendidikan.

Dalam rubric ini kita akan masih akan berbincang-bincang dengan Ustzh Ir Lathifah Musa. Beliau selain merupakan pemimpin redaksi majalah udara VOI, konsultan klinik anak muda, ternyata juga menjadi pengamat dunia anak, penulis buku-buku pendidikan anak usia dini dan sekaligus juga seorang praktisi Homeschooling dalam keluarga. Tema kita berjudul

PERLUKAH MENDIDIK ANAK KREATIF

Ustadzah,  Apa yang dimaksud dengan anak kreatif?

Kalau kita bicara kreatifitas, maka menurut kamus wikipedia, ini adalah proses mental yang melibatkan pemunculan gagasan atau konsep baru, atau hubungan baru antara gagasan dan konsep yang sudah ada. Kemudian dari sudut pandang keilmuan, hasil dari pemikiran kreatif (kadang disebut pemikiran divergen) biasanya dianggap memiliki keaslian dan kepantasan. Sebagai alternatif, konsepsi sehari-hari dari kreativitas adalah tindakan membuat sesuatu yang baru. Kalau dalam pandangan Islam, kita berbicara berdasarkan konsep at Tafkir (proses berpikir Islam), ada sebuah buku karya syaikh Taqiyuddin an Nabhany, kreativitas ini adalah penemuan cara –cara baru dalam rangka mengimplementasikan pemikiran dan metode yang dimilikinya. Tetapi sederhananya bagi saya, kreativitas adalah upaya untuk memecahkan masalah yang dilakukan dalam rangka mewujudkan yang terbaik

Apa pentingnya kreativitas pada generasi muslim?

Tentu sangat penting. Karena kehidupan kita memerlukan solusi. Solusi ini memang harus berpijak pada pemikiran-pemikiran dan hukum-hukum Islam. Ini yang disebut mualajah musykilah. Implementasi Islam bisa dalam dua ranah. Yang pertama menyelesaikan masalah baru. Ini memerlukan hukum-hukum yang sebelumnya belum dijelaskan. Di sinilah peran ulama/mujtahid. Tapi dalam perumusan hukum, ada kaidah-kaidah ushul dan standar tersendiri. Yang bisa melakukan hal ini adalah seorang dengan kemampuan tertentu, baik dalam tsaqofah ataupun keikhlasan. Tetapi proses kreatif merupakan praktis dari tahap sesudah pendalaman hukum. Proses kreatif adalah pelaksanaan secara praktis dengan tetap berpijak pada hukum syara yang telah ditetapokan. Sebagai contoh. Islam menetapkan bagi sebuah negara yang tegak di atas aqidah islam, dia harus mengerahkan kekuatan untuk meniadakan penghalang-penghalang fisik yang menghalangi dakwah Islam. Ini menjadi arah pembangunan kekuatan militer sebuah negara. Tetapi seperti apa bentuk kekuatannya? Implementasi praktis industri-industrinya. Penemuan-penemuan senjata dan teknologi untuk mengokohkan kekuatan negara, ini proses kreatif yang lebih lanjut.

Apakah kita sebagai bangsa Indonesia sudah cukup kreatif?

Saat ini bisa dikatakan kita belum menjadi bangsa yang kreatif. Kalau kita kreatif maka kita tidak perlu impor. Kita tidak perlu tergantung kepada negara lain dalam hal industri ataupun barang-barang konsumsi. Kalau kita kreatif, maka kita akan punya  pabrik minyak goreng sendiri, mulai dari perkebunan sampai terdistribusi ke rakyat Tetapi kenyataannya kita ekspor CPO. Kita kekuarangan energi, padahal kita tinggal di negeri yang kaya sumber energi. Bukan sekedar sumber energi minya dan gas, tetapi sumber energi kelautan (air), sungai dan bahkan angin. Di Denmark, sebuah negeri kecil di Eropa, mereka sudah tidak menggunakan minyak bumi lagi (sudah sangat berkurang hingga sekian banyak prosen dibanding sebelumnya) mereka menggunakan energi angin dan air untuk menghasilkan energi listrik. Ini proses kreatif yang sebenarnya tidak berangkat dari hukum Islam, tetapi menjadi upaya untuk mengurangi pemanasan global.

Bagaimana caranya membangun kreativitas?

Sebagai seorang muslim, dorongannya haruslah lillaahi ta’ala. Kekuatan yang terbesar adalah kekuatan ruhiyah. Idroksilabillah. Keterikatan kepada Allah SWT yang menjadi tempat bergantung dan berharap satu-satunya. Allah yang menjadi tempat sekalian makhluk kembali. Maka dorongan dan motivasi ini bisa membuat kita berusaha untuk sejalan dengan hukum syara. Belajar dan mehamaminya. Kemudian setelah memahaminya maka kita berusaha mewujudkan dan meraih nilai amal tersebut dengan sebaik-baiknya. Sebagai contoh: Misalnya kita menginginkan anak-anak kita menyanyikan lagu yang baik. Lagu yang merepresentasikan aqidah mereka, keyakinan Islam yang kuat, arah kehidupan mereka, sementara saat ini anak anak dicekoki dengan lagu-lagu yang tidak jelas, bahkan cenderung merusak anak. Maka proses kreatif seorang pencipta lagu adalah dia berusaha menciptakan lagu yang ideologis. Yang disukai oleh anak-anak.  Kemudian juga tayangan-tayangan. Inilah sebabnya mengapa ketika kejayaan Islam, tidak ada pembatas seorang itu ahli dalam bidang apa: Contoh Negarawan, Teknokrat, Ahli Fiqh, Ahli bahasa, Ahli Sejarah, itu bisa terkumpul pada seorang Salman al Farisi

Bagaimana kiat membuat anak kreatif? Pertama kita juga perlu mengenal anak-anak berpotensi kreatif tinggi. Mereka seringkali dipandang bandel. Mereka biasanya -Berwajah Cerah dan Berfisik Dinamis,-Memiliki minat luas mulai tentang musik sampai dunia politik-Memiliki pertanyan yang berbobot tiap kali bertanya-Punya keingintahuan yang tinggi dan mendapatkan penjelasan secara ilmiah-Tidak pernah merasa dibatasi oleh status-Suka dan berani mengambil risiko. Saya mengenal anak-anak ini memiliki tipe. Orang tua harus faham dan memfasilitasi serta mengarahkan mereka[]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *