Oleh Umar Abdullah
Pemimpin yang baik adalah orang yang pertama lapar jika yang dipimpinnya lapar, dan orang yang terakhir kenyang jika yang dipimpinnya kenyang. Khalifah ’Umar bin Khaththab menggambarkannya dengan kata-kata: ”Bagaimana aku bisa mengurusi orang-orang itu jika apa yang menimpa mereka tidak menimpa diriku.”
Lihatlah Amirul Mu`minin ’Umar bin Khaththab seorang kepala negara yang luas negaranya terbentang dari Iran di timur hingga Mesir di barat, dari Azerbaijan di utara hingga Yaman di selatan hanya memakan gandum dan minyak wijen. Satu alasannya, karena rakyatnya juga hanya makan gandum dan minyak samin gara-gara stok daging dan minyak samin mengalami krisis sehingga menjadi amat mahal. Ketika perutnya keroncongan ia berkata kepada perutnya, ”Wahai perut, hendaklah engkau berlatih makan minyak wijen selama minyak samin dijual dengan beberapa auqiyah.”
Tahun itu memang tahun paceklik yang berujung pada kelaparan penduduk Madinah. Dapur umum pun diadakan agar masyarakat tetap bisa makan daging. Namun tetap saja ’Umar tidak mau diistimewakan dalam penjatahan daging. Suatu hari Umar menyuruh petugas menyembelih unta dan membagikannya ke penduduk Madinah. Para petugas melaksanakan perintah itu, namun mereka menyisakan bagian sembelihan yang terbaik bagi Umar sang kepala negara.
Saat makan siang, Umar mendapatkan dua bagian yang terbaik dari unta, yaitu punuk dan hatinya, sudah terhidang di atas meja makannya.
Umar mulai menyelidik, ”Dari mana ini?”
Seseorang menjawab, ”Dari unta yang disembelih hari ini.”
Maka sambil mengemasi mejanya, Umar berkata, ”Bagus.. bagus.. sungguh penguasa yang buruk saya ini jika kucicipi bagian yang enak dan kutinggalkan bagian tulang-tulangnya untuk rakyat.”
Kemudian ia memanggil pelayannya, Aslam, dan berkata kepadanya, ”Hai Aslam, angkatlah mangkuk ini, dan ambilkan aku roti dan minyak samin.”
Gimana sobat, punya komentar?[]