Program: Voice of Islam | Rubrik: Konsultasi Surat | Narasumber: Ir. Lathifah Musa | Topik: JIKA PASANGAN KITA TIDAK SEMPURNA
Contact: +62812106XXXX Date: 1/20/2009 10:47 AM
Assmkm.dari fia d sukaraya. sy seorang Istri punya suami yg mnrt sy dia orangnya blm bgtu dwasa dlm berpikr. Ortu sy pun beranggapn sm dngan ku. Inisiatif d kreatifnya kurang.Ga spt suami2 orang. Padhal sy mau punya suami yg bnyk akal dlm hal apapun untk kesuksesan rmh tangga kmi. Tp kok sulit bgt.Gmn cr biar suami sy dpt menjadi andalan buat keluarga saya d orang lain. Apa yg hrs sy lakukan untk suami sy agar ia dpt menjdi dwasa dlm hal sgalanya.
Ustadzah, bagaimana jika pasangan kita tidak sesuai yang kita inginkan? Memang seringkali dalam rumah tangga, harapan tidak sesuai kenyataan. Ketika awal menikah, cinta begitu menggebu. Impian begitu ideal. Atau seringkali kekurangan-kekurangan tidak menjadi pertimbangan. Namun setelah menikah, maka kita akan menemui persoalan-persoalan dalam rumah tangga yang memerlukan solusi atau penyelesaian. Persoalan ini sangat beragam. Mulai dari persoalan ekonomi, keluarga besar sampai anak-anak. Ketika kehidupan menemui persoalannya, saat itulah fikiran mulai teralihkan. Dari rasa cinta yang awalnya begitu bergairah akhirnya beralih menjadi memikirkan masalah. Akhirnya perasaan ini pudar. Pada saat masalah tidak terselisaikan, yang timbul akhirnya kekecewaan. Awalnya melihat istri begitu cantik, sekarang kok menjadi kelihatan tua. Awalnya melihat suami tampan dan romantis, sekarang jadi begitu menyebalkan. Jadi seolah-olah pasangan tidak sesuai keinginan. Padahal sejak awal kan sudah memilih. Ketika mau menikah kan masing-masing menerima kekurangan. Kenapa sesudah menikah jadi berat dan selalu ingin mengeluh ya…
Mengapa ini bisa terjadi? Mengapa kok awalnya bisa menerima segala kekurangan, tapi kok sekarang jadi kesal dan sebal dengan semua kekurangannya. Akhirnya kelebihan-kelebihan jadi tidak kelihatan.
Ini bisa terjadi ketika pernikahan hanya dilandasi rasa cinta karena naluri semata. Biasanya begitu bergairah dan menggebu-gebu. Sehingga memang akan distimulasi dengan fakta-fakta indah saja. Begitu ketemu fakta yang tidak indah, langsung cintanya memudar. Berbeda dengan kalau pernikahan itu dilandasi oleh komitmen pada suatu nilai. Komitmen ini bisa komitmen moral seperti dalam rangka menghormati orang tua ataupun komitmen pendidikan anak. Tetapi komitmen yang paling tinggi atau yang terkuat adalah komitmen karena agama. Memang komitmen moral bisa menjadi perekat, tetapi yang paling kuat adalah komitmen agama. Ali bin Abi Thalib ra ketika menjawab orang yang meminta pertimbangan kepadanya dengan nasihat, sebagaimana yang dituturkan oleh Hasan ra: “Kawinkanlah dia dengan orang yang bertaqwa kepada Allah. Sebab jika laki-laki itu mencintainya ia pasti memuliakannya; dan jika dia tidak menyenanginya, ia tidak akan berbuat zhalim kepadanya.”
Apakah bisa membangun rumah tangga yang penuh cinta hanya dengan komitmen?
Kalau menurut Ust Faudzil Azhiem, komitmen yang kokoh bisa menjadi penyulut cinta. Ini karena yang dibicarakan bukan tentang wajah atau rupa atau keindahan yang lain, tetapi ini karena kesetiaan kepada sebuah nilai yang menjadi komitmen. Dengan demikian ketika komitmen ini didasari kepada keridhoan Allah SWT, maka ini menjadi hal yang mempererat dua insan yang sama-sama sedang melangkah menuju keridhoan Allah. Dan nilai-nilai Islam khususnya dalam rumah tangga, tentang bagaimana mengatur hak-hak dan kewajiban suami istri justru akan saling menguatkan. Jadi cinta akan bersemi dan tumbuh pada dua insane yang memiliki komitmen agama yang sama. Bisa jadi komitmen nilai lain juga menumbuhkan cinta, misalnya ambisi politik seperti pasangan Clinton dan Hilary Clinton misalnya atau Juan Peron dan Evita Peron, keduanya pasangan yang memiliki ambisi politik kuat. Tapi ini juga akan menemui kegagalan ketika ambisi yang mengikat tidak tercapai, atau ada orang lain yang memiliki ambisi lebih. Sementara kalau dalam Islam, tetapi tidak ada yang bisa mengalahkan nilai komitmen ini. Karena yang mempersatukan adalah Allah SWT.
Bagaimana agar rumah tangga tetap menjadi sakinah mawaddah wa rahmah, walaupun dalam kondisi yang penuh kekurangan?
Disinilah pentingnya membangun komitmen di atas landasan kecintaan kepada Allah SWT. Membangun rumah tangga semata-mata untuk meraih ridho Allah SWT. Kemudian dalam perjalanannya, senantiasa keduanya mempelajari dan menuntut ilmu tentang masalah agama. Ilmu Islam tidak akan pernah ada habisnya. Ketika berumah tangga, keduanya tidak boleh berhenti belajar. Satu sama lain saling mendukung. Istri mendukung suami mengatasi kekurangannya, seperti misalnya kurang berwibawa, kurang sabar, kurang gigih dalam mencari nafkah keluarga dll. Sementara suami juga membantu istri untuk menyembuhkan kekurangannya, misalnya kurang menerima, kurang ikhlas, kurang bisa mendidik anak, kurang bisa mengatur rumah tangga.
Sikap apa yang harus dilakukan oleh suami dan istri menyikapi kekurangan masing-masing?
Karena masing-masing memiliki komitmen untuk meraih ridho Allah SWT, maka akan terjadi saling mengisi kekurangan-kekurangan ini. Dan saling membantu agar kekurangan pasangannya bisa teratasi. Ketika suami kurang, maka istri berperan mengisi. Ketika istri kurang, suami menambahi. Dalam Islam memberi lebih baik daripada menerima atau meminta apalagi menuntut. Dengan komitmen ini maka istri yang lebih bisa memahami kekurangan suami bahkan menjadi jalan untuk meraih pahala yang lebih tinggi di hadapan Allah SWT dengan menutupi kekurangan suami. Demikian pula sebaliknya ketika suami yang harus menerima kekurangan istri. Di sinilah kekurangan masing-masing akan saling tertutupi dengan pertolongan dan kasih sayang Allah SWT. Karena suami dan istri sama-sama ikhlas.
Apa sih yang harus disiapkan dalam membangun keluarga, khususnya mengantisipasi persoalan-persoalan yang dihadapi?
Khususnya pasangan yang akan menikah. Kuatkanlah komitmen masing-masing. Untuk itu diperkenankan bagi yang sedang dalam khitbah untuk saling menanyakan komitmen. Karena khawatir bisa jadi yang satu punya komitmen materialis, sementara yang satu lagi punya komitmen agama. Yang ini harus disepakati dulu. Bila ini diabaikan, seringkali akan terjadi masalah. Sementara kalau sejak awal sudah punya komitmen agama yang baik, terlepas dari misalnya calon suami atau calon istri mengakui kekurangannya, tetapi kan ada komitmen untuk memperbaiki. Yang terpenting adalah semuanya bertujuan meraih ridho Allah SWT dan menjalankan biduk kehidupan berdua dengan standar hukum syariat Islam. Dari sinilah nanti keduanya bisa sama-sama belajar dan saling menguatkan nilai komitmen mencari ridho Allah.[]