Apakah Kemiskinan Harus Dipidana?

Sebanyak kira-kira 25 bayi telah dijual di Kampung Beting Remaja, Tugu Utara, Koja, Jakarta Utara sejak tahun 1990. Data ini dilontarkan oleh Ricardo Hutahaean dari Lembaga Swadaya Masyarakat Forum Bersama Penggugat Kampung Beting Remaja. (Kompas, Selasa 16 Februari 2010). “Orangtua itu menjual anaknya hanya satu juta rupiah. Biasanya hanya untuk menggantikan biaya kelahiran,” kata Ricardo.

Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Kepolisian Resor Metro Jakarta Utara mendatangi rumah seorang ibu yang diketahui sedang menawarkan anaknya. Ajun Komisaris Sri Pamujiningsih, Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polres Metro Jakarta Utara, menjelaskan kedatangannya dalam rangka merespon kabar yang beredar. “Hal ini dimaksudkan sebagai antisipasi supaya penjualan anak tidak terjadi. Penjualan anak bisa terjerat UU Traficking,” kata Sri di Kampung Beting.

Umumnya para ibu miskin di Kampung Beting yang pernah memberikan anaknya ini mengatakan tidak bisa berbuat lain karena kondisi yang sulit. Uang satu juta hanya untuk biaya melahirkan. Para ibu ini merasa sangat merindukan buah hati mereka. Mereka tidak tahu bahwa ada hukum yang bisa menjeratnya. “Saya benar-benar miskin,” kata Aminah, seorang ibu yang terpaksa memberikan anaknya kepada orang lain agar kehidupan anaknya lebih terjamin.

Semakin aneh rupa hukum di negeri ini. Apakah kemiskinan kini harus dipidana? Masih dalam ingatan, kasus Nek Minah dengan tiga butir kakao, seorang bapak dengan semangka satu biji, pengumpul ceceran sisa panen kapuk, dan yang terakhir pencuri kaus bekas yang tersampir di pagar rumah kosong. Sepertinya aparat penegak hukum mencari-cari pekerjaan dengan mempidanakan rakyat miskin.

Dimana para birokrat yang seharusnya bekerja keras menyelesaikan persoalan rakyat kecil? Dimana para hakim dan jaksa yang kini seperti bermain-main dengan sumpahnya? Ketika di Jakarta Utara ada aparat penegak hukum yang membebaskan jaksa penilep barang bukti ecstasy, maka di tempat yang sama kemiskinan kini harus dipidana. Seorang ibu miskin harus memilih: membiarkan orang lain melanjutkan kehidupan anaknya dengan membiayai kelahirannya, atau bayinya disandera pihak rumah sakit karena tidak bisa membayar biaya kelahiran dengan tunggakan yang semakin hari semakin bertumpuk. Jamkesmas? Entahlah, banyak yang bilang, keburu maut menjemput kalau si sakit harus mengurus birokrasi bagi rakyat miskin yang selalu dipersulit. (el_Moesa)

1 Comment

  1. hmm saya rasa akan ada kasus sprti ini terus mendekati kiamat…
    mudahan hati mereka benar2 di buka mata hatinya untuk melihat bahwasanya orang miskin itu juga mannusia yg sama dgn orang kaya….
    saya miris melihat ini smw, sungguh haikm dan lainy yg bekerja dalam hukum tersebut sangat tdak bijaksana dan tidak bisa menjadi contoh penegak hukum yg baik……

    tokh hukum kita juga saya rasa menganut negeri yahudi yg selalu kafir orangnya dan tamak harta

Leave a Reply to chomisah Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *