Dengarkan Celotehnya

Ketika sedang makan malam seorang anak berkata pada ayahnya, “Ayah, ayah …” Tapi sang ayah segera menegurnya, “Huss, jangan bicara ketika makan, kamu tahu kan?” Anak itu diam. Tapi tak lama kemudian anak itu kembali mencoba bicara, lagi-lagi sang ayah menyergahnya. Anak itu pun merengut dan diam.

Usai makan baru sang ayah bicara, “Nak, apa yang mau kau katakan tadi?” Anak itu menjawab, “Ayah, binatang yang kecil, berwarna hijau, suka ada di daun namanya apa?” Sambil tersenyum sang ayah menjawab, “Ooh itu namanya ulat, memangnya ada apa?”

“Tadi binatang itu ada di salad yang ayah makan,” jawab sang anak polos.

Pembaca budiman, ada masanya anak kita senang berceloteh. Senang berceloteh salah satu tanda berkembangnya kecerdasan anak kita. Dengan bercerita mereka tengah berlatih kemampuan vokal dan daya ingat, sekaligus meminta perhatian dari orang tua. Jika kita tidak memberikan perhatian penuh padanya maka anak merasa terabaikan. Bukan hanya orang dewasa, anak-anak pun akan merasa terasing dan terluka nuraninya ketika celoteh mereka tidak diperhatikan oleh orang-orang di sekitarnya.

Tugas kita sebagai orang tua bukanlah sekedar memahami isi cerita mereka, karena sebagian celoteh mereka ada yang memang belum bisa dipahami oleh orang dewasa. Sikap yang paling utama adalah mendengarkan celoteh mereka dengan penuh antusias.

Dampak celoteh anak jelas ada. Selain merasa kurang disayangi, kemampuan dan keberanian mereka untuk berbicara akan terhambat. Bahkan mengabaikannya bisa berpengaruh pada kesehatan mereka. Banyak penelitian yang telah membuktikannya. Raja Frederick II, penguasa Sicilia abad ke-13 pernah membuat percobaan dengan menempatkan sejumlah bayi di laboratorium. Mereka dimandikan dan diberikan ASI, tapi tidak diajak berbicara. Akibatnya mengejutkan, semua bayi dalam percobaan itu mati.

Sayang, seringkali orang tua menganggap sepele masalah ini. Entah karena kesibukan atau kelengahan, kita malas menanggapi celoteh anak. Ketika anak merajuk, sebenarnya ia tengah meminta perhatian. Ada saja orang tua yang cuek melepas anaknya bermain dan pulang ke rumah, tanpa memperhatikan kebutuhan komunikasi anak.

Saatnya mengubah cara komunikasi kita pada anak. Dan saatnya menambah perhatian untuk bercakap-cakap dengan anak kita. Ada sejumlah tips yang bisa dilakukan:

  1. Tanggapi dengan antusias ketika si kecil berceloteh. Buat jarak keintiman, perdekat wajah Anda padanya dan tatap matanya dengan kegembiraan.
  2. Ketika Anda sedang tidak bisa menanggapi celotehnya, misalnya sedang menelepon, beri isyarat bahwa Anda nanti akan berbicara dengannya. Atau katakan, “Abi/Umi nelepon dulu, ya?” Usai menelepon ajak dia mengulangi pembicaraannya.
  3. Pancing si kecil untuk bercerita, misalnya pengalaman dia ikut pengajian bersama Abi/Umi. Ini bermanfaat untuk melatih kemampuan bicara, daya ingat dan daya nalar.
  4. Ketika Anda tidak memahami celotehnya tetap tunjukkan sikap antusias. Minta ia menunjukkan barang atau sesuatu yang ia maksud untuk membantu memahami ceritanya.

Sering menyapanya dengan ramah, akrab dan bertanya hal-hal yang menarik baginya. Misalnya mainannya, sepatunya, atau makanan kesukaannya. [januar]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *