Belajar Sejak dalam Kandungan

Jalan-jalan ke Jakarta

Jangan lupa singgah ke stasiun kota

Jangan ketinggalan dengarkan rubrik homeschooling kita

Karena menambah wawasan untuk meningkatkan kualitas belajar anak-anak tercinta

Home schooling kami hadirkan sebagai alternative pendidikan berkualitas dalam keluarga kita di tengah arus liberalisasi dan kapitalisasi yang semakin merusak dan mematerialistiskan dunia pendidikan.

Dalam rubric ini kita akan masih akan berbincang-bincang dengan Ustzh Ir Lathifah Musa. Beliau selain merupakan pemimpin redaksi majalah udara VOI, konsultan klinik anak muda, ternyata juga menjadi pengamat dunia anak, penulis buku-buku pendidikan anak usia dini dan sekaligus juga seorang praktisi Homeschooling dalam keluarga. Tema kita berjudul

BELAJAR SEJAK DALAM KANDUNGAN

Ini juga sekaligus menjawa pertanyaan dari: +6285758489911: 25/04/2009 3:14

Saya Andi di Bengkulu. Istri saya lagi hamil muda. Gimana cara mendidiknya supaya lahir bisa jadi anak yang pintar dan beriman kepada Allah SWT?

Bagaimana ustadzah apakah memang ada pendidikan di masa kehamilan?

Islam mengajarkan bahwa belajar itu adalah”minal mahdi ilal lahdi” Dari buaian hingga liang kubur. Tetapi untuk memahami hadits ini tentu tidak bisa langsung dilihat dari teks secara bahasa saja, tetapi juga realitanya. Karena tidak mungkin orang yang sudah di liang lahat itu bisa belajar. Yang dimaksud adalah belajar itu sepanjang hayat. Dalam usia dini, tanggung jawab memberikan pelajaran terletak di pundak orang tua.

Kemudian kita juga harus memahami apa yang dimaksud dengan proses belajar pada manusia. Inilah yang kemudian kita menyebutnya akal pada manusia. Oya pada kesempatan ini sekaligus saya juga ingin mengkoreksi tentang pernyataan saya bahwa malaikat tidak mempunyai akal, karena ada beberapa pendengar yang mempertanyakan. Mohon maaf atas kekeliruan pernyataan tersebut. Namun seseungguhnya yang ingin saya jelaskan adalah akal pada manusia. Kemudian ketika ada pembahasan lanjutan dari para pendengar tentang akal pada malaikat, juga akal pada jin, maka pada pembahasan ini pernyataan tersebut saya koreksi. Karena memang ada yang berpendapat bahwa ketika jin dan malaikat pun mendapat taklif hukum, maka mereka pun juga mendapatkan kemampuan berpikir. Namun kita batasi saja pembahasan ini khusus pada definisi akal bagi manusia, yang ini akan mampu membahas definisi-definisi akal yang juga berasal dari teori Marxis atau filosof-filosof Yunani kuno di masa lalu. Menurut menurut kitab at Tafkiir karangan syaikh Taqiyuddin an Nabhany, landasasan bagaimana manusia bisa memiliki kemampuan berfikir terdapat dalam QS al Baqarah: 31. Pada ayat tersebut dijelaskan bagaimana Allah SWT menciptakan adam (manusia pertama) dengan kelebihan kemampuan berfikirnya. Ada empat komponen pada akal, panca indera, otak, fakta yang bisa terindera, serta informasi sebelumnya. Di dalam al Qur’an disebutkan bahwa informasi kepada manusia itu berawal dari Allah SWT.

Pembahasan tentang pendidikan di usia dini tentu memperhatikan bagaimana awal terbentuknya empat komponen tadi sejak pertama kali. Dengan memahami fenomenanya baik secara medis maupun bagaimana tuntunan Islam tentang yang harus dipelajari, insya Allah kita bisa menerapkannya sejak sedini mungkin. Dalam konteks inilah kita membahas makna buaian adalah dalam masa kehamilan

Bagaimana cara belajar sedini mungkin,yaitu di masa hamil, agar anak bisa cerdas, sebagaimana pertanyaan Bpk Andi di Bengkulu?

Pembahasan tentang terbentuknya komponen-komponen berfikir memang dimulai sejak janin. Indera pendengaran terbentuk sejak usia 4 bulan kehamilan (16 minggu), pada saat itulah mulai terjadi gerakan-gerakan bayi dalam rahim. Ini juga terkait dengan pembentukan sel-sel otaknya yang mampu mengkoordinir gerakan-gerakan sederhana tersebut. Berarti pada usia kehamilan 16 minggu/4 bulan janin sudah mulai menggunakan indera pendengaran. Ketika indera sudah terbentuk, maka proses belajar bisa dimulai. Proses belajar pada usia dini, intinya adalah memasukkan informasi ke dalam otak. Pada saat ini orang tua (ibu atau ayah) sudah bisa memperdengarkan sesuatu kepada anak. Pendidikan pada masa hamil yang berasal dan banyak dilakukan oleh masyarakat Barat adalah memperdengarkan musik klasik pada janin. Dalam senam-senam kehamilan di klub-klub ibu hamil ini banyak dilakukan, konon katanya sekaligus untuk relaksasi. Tujuannya memang dalam rangka membentuk otak  janin yang cerdas dengan nada-nada dengan frekuensi yang beragam mulai dari musik Bethoven hingga Mozart.  Tetapi pada umat Islam, bukan informasi seperti ini yang dimaksud. Kita sebagai umat Islam menginginkan anak yang kita kandung kelak menjadi hamba Allah yang beriman, hamba Allah yang shaleh, Hamba Allah yang bertaqwa dan hamba Allah yang faqih fiddin. Maka informasi sejak dini yang harus kita berikan adalah al Qur’an. Untuk itu ibu hamil harus benyak-banyak membaca al Qur’an bagi janin yang dikandungnya.

Secara khusus Ustadzah, berarti al Qur’anlah yang harus menjadi bahan bacaan yang diperdengarkan pada janin pada masa kehamilan?

Benar. Karena disamping al Qur’an adalah petunjuk, al Qur’an adalah penerang kehidupan, al Qur’an adalah mu’jizat akhir zaman. Dalam al Qur’an sendiri, al Qur’an disebutkan sebagai syifa’ wa rahmat. Obat dan kasih sayang dari Allah SWT. Saya pernah mendengar informasi dari seorang ahli tafsir (tetapi belum mendapatkan bukunya, mungkin dari pendengar ada yang bisa menyampaikan informasi ini kepada saya) bahwa secara medis seseorang yang sering membaca al Qur’an akan mengalami keteraturan pada sel-sel tubuhnya. Aliran darahnya lancar mengikuti bacaan-bacaan yang dibacanya, demikian juga nafas dan degup jantungnya. Al Qur’an juga memberikan kedamaian dan ketenangan. Ini konon menurut medis  karena pengaruh bacaan al Qur’an. Dengan demikian bagi mereka yang sakit, salah satu terapinya adalah membaca al Qur’an. Mungkin kita sendiri merasakan ketika sedang puasa dan kondisi siang hari sedang panas-panasnya yang lemah, kemudian kita membaca al Qur’an, maka kok ternyata tubuh kita malah jadi segar. Yang tadinya lemas malah seperti mendapat energi baru. Ini mungkin bisa dijelaskan secara medis tadi. Jadi saya menyarankan bagi yang berpenyakit asma, jantung, gangguan pada aliran darah, banyak-banyak membaca al Qur’an. Ini terapi yang sangat baik, juga akan meningkatkan derajad kita di hadapan Allah sebagai pembaca al Qur’an. Jadi kesimpulannya, ini sangat baik bagi ibu hamil.

Bagaimana dengan ibu hamil yang mendengarkan musik klasik? memang harus difahami filosofis pendidikan ini, yaitu menanamkan al Qur’an. Ketika mendengarkan musik juga sebenarnya tidak masalah, asalkan bukan musik yang diharamkan apalagi merusak. Secara khusus musik-musik klasik dari bethoven, ada yang memang untuk digunakan di gereja, seperti Santa Lucia atau musik-musik pengiring kebaktian. Dikhawatirkan ini akan memasukkan informasi yang salah kepada anak. Akhirnya anak menjadi sensitif dengan musik gereja. Sementara yang diinginkan dalam Islam adalah anak lebih sensitif dengan al Qur’an.

Selain membaca al Qur’an apalagi yang bisa dilakukan oleh ibu atau ayah? Ibu dan ayah sering menyapa janin. Mengucapkan salam. Mengucapkan perkataan yang baik. Mengendalikan emosi sehingga jangan marah-marah apalagi membentak-bentak. Kondisi depresi bagi seorang ibu hamil cukup berbahaya. Bagi para ayah, sebaiknya juga sering menyapa, sehingga bayi familiar/ kenal baik dengan suara ayahnya. Misalnya: Assalaamu’alaikum adik.., wa alaikum salam. Kemudian juga yang terpenting ibu hamil tidak terhalang untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang baik. Pada darah anak, mengalir darah ibu. Bila ibunya gigih melakukan aktivitas kebaikan, insya Allah juga akan menurun kepada anaknya. Bila ibunya pejuang, maka pada anaknya akan mengalir darah pejuang. Inilah yang memunculkan istilah, hanya singa yang akan melahirkan seekor singa.[]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *