Pernah nggak kamu ngalamin bahwa apa yang kamu inginkan ternyata nggak sama dengan keinginan orang tua? Harapan yang besar kepada orang tua, ternyata tak sebanding dengan kenyataan yang kita terima dari orang tua. Kita merasa orang tua sangat berbeda sikap kepada kita, anaknya sendiri. Maka, meski tetap besama dalam satu atap rumah, tapi antara kita dan orang tua tak pernah bersatu.
Saya memiliki teman di pengajian yang kebetulan mengajar di sebuah lembaga pendidikan swasta. Suatu ketika, ia bertanya kepada seorang anak didiknya yang masih ada di lingkungan sekolah. Ia sedang asyik ngobrol dengan teman-temannya di sebuah warung. Mengingat waktu sudah sore dan anak itu belum pulang juga ke rumah, teman saya bertanya kepadanya: “Kamu kok belum pulang?” Pertanyaannya sederhana memang. Tapi jawaban dari si anak itu yang membuat teman saya dan juga saya sendiri ketika sang teman menceritakan kembali, dibuat kaget dan terharu.
Apa yang dikatakan teman kita ini? Ia menjawab dengan enteng, meski saya merasa yakin hatinya begitu berat dan galau, “Buat apa saya pulang lebih awal, Pak. Di rumah nggak ada siapa-siapa. Orangtua saya pulangnya malam. Di rumah nggak ada yang bisa diajak ngobrol dan curhat. Mending di sini, saya punya banyak teman yang bisa berbagi cerita apa saja.”
Duh, rasanya nggak enak banget ya. Kita pengennya begini, ternyata ortu begitu. Kita ingin curhat, ortu nggak di tempat. Komunikasi pun nggak sehat. Hanya lewat telepon dan SMS, karena ortu sibuk dengan urusan kantor, karir, atau dakwahnya. Sebagai anak boleh dong kita sekali-kali ngerasain ortu tuh bisa main bareng dengan kita, ngobrol santai, jalan-jalan, atau sekadar makan di luar. Ada waktu untuk berbagi dengan kita. Memecahkan masalah yang membebani pikir dan rasa kita. Ah, itu momen paling bahagia kita karena ortu ngertiin banget keinginan dan kebutuhan kita.
Sayangnya, banyak di antara kita yang karena miskin kuantitas dan kualitas hubungan kita dengan ortu, seringkali kita dan ortu nggak pernah nyambung untuk menjalin komunikasi. Kalo pun nyambung, ‘sinyal’ hubungannya kurang bagus dan jernih sehingga menimbulkan masalah baru. Salah paham dan saling curiga. Tak ada resonansi antara kita dan ortu kita. Padahal, kita pengennya sederhana saja. Beri kita waktu untuk bisa curhat. Agar ortu peka dan ngerti apa yang kita mau. Semoga. [rahadi]