Program: VOICE OF ISLAM | Narasumber: Asri Supatmiati, S.Si. (Penulis buku remaja “The World of Me”) | Tema: Stop Shopaholic!
Pengantar presenter:
Sobat muda, sebagai cewek kamu pasti suka belanja kan? Nggak masalah sih, asal barang yang dibeli memang dibutuhkan. Masalahnya, kaum hawa nih kadang jadi konsumtif karena membelanjakan uangnya untuk hal-hal yang nggak dibutuhkan. Misal beli pernak-pernik, atau karena tergiur diskon. Wah, gimana ya cara mensiasati biar belanja nggak buang-buang duit? Gimana pula pandangan Islam tentang aktivitas yang satu ini?
Mbak Asri, setuju nggak sih Mbak kalo dibilang cewek itu gila belanja?
Wah, setuju banget. Saya lihat fenomenanya emang kayak gitu. Meski kaum cowok juga nggak sedikit yang hobi belanja, tapi cewek emang lebih mendominasi. Saking hobinya belanja, sampai-sampai ada yang disebut shopaholic alias gila belanja loh.
Wah, apaan tuh Mbak? Apa sejenis penyakit?
Emang bukan penyakit sih, tapi bisa membahayakan juga. Terutama membahayakan isi dompet. Shopaholic artinya kebiasaan belanja yang melebihi kebutuhan. Barang nggak perlu dibeli, ampe abis-abisan deh. Malah kerapkali banyak yang besar pasak daripada tiang, alias besar belanja daripada pendapatan.
Itu virus shopaholic asalnya dari mana sih Mbak?
Sebetulnya gaya hidup shopaholic tuh berangkat dari cara pandang kapitalis, dimana kebahagian selalu diukur dengan materi. Makanya orang berlomba-lomba mendapatkan banyak harta. Makanya belanja itu udah jadi life style mereka. Pokoknya aktivitas belanja tuh udah jadi kebiasaan. Meski nggak punya duit sekalipun, dibela-belain ngutang sana-ngutang sini. Seperti juga lagi trend kartu kredit, orang bisa belanja duluan dan nanti tinggal tunggu tagihan. Ini makin merangsang orang buat konsumtif. Padahal kalo nggak bisa bayar tagihan, bukannya gila belanja bisa gila beneran loh.
Kalo gitu harusnya sebagai muslimah nggak kena virus shopaholic dong Mbak?
Bener banget. Idealnya emang gitu. Sayangnya, penyakit shopaholic itu malah udah nular di kalangan remaja muslimah. Buktinya, shopping juga udah jadi gaya hidup yang berujung pada konsumtifisme. Lihat aja kalo akhir pekan, pasti banyak cewek-cewek berkerudung yang pada nyambangi mal.
Tapi bukan berarti belanja itu nggak boleh kan Mbak?
Ya iyalah. Boleh-boleh aja belanja. Malah kadang justru wajib, kalau memang barang itu bener-bener dibutuhkan. Misalnya muslimah yang baru mau nutup aurat, kalo udah punya duit, ya wajib bagi dia buat beli kerudung dan jilbab. Seorang pelajar yang mau pinter, ya kudu beli buku dong. Makanya, keberadaan mal atau pasar itu sendiri justru suatu kebutuhan yang mubah-mubah saja. Masalahnya kan kadang niat ke malnya tuh bukan sekadar belanja, tapi juga mejeng, nongkrong atau malah mojok. Malah kadang nggak belanja sama sekali, tapi sekadar lihat-lihat alias window shopping. Nggak masalah sih asal tahu waktu aja. Jangan kebablasan ampe lupa waktu salat, lupa makan minum, lupa belajar, dll. Jadi, intinya belanja sah-sah saja, asal jangan gila belanja.
Kalo memanfaatkan diskon boleh nggak Mbak?
Boleh, tapi dengan catatan barang yang didiskon itu emang dibutuhkan. Kalo barangnya nggak dibutuhkan, meski didiskon ampe 90 persen misalnya, buat apa dibeli. Itu yang namanya konsumtif alias menghambur-hamburkan uang. Misal cewek lihat tas cowok didiskon langsung embat. Padahal nantinya nggak bakal dipakai, kan sia-sia. Makanya, kudu bisa memenej keuangan biar belanja tetap asyik, tapi nggak tekor.
Nah, itu dia Mbak. Gimana tuh Mbak tipsnya biar belanja tetap hemat?
- Tanamkan pola hidup sederhana. Jangan mudah berangan-angan berlebihan soal pemilikan harta. Yang realistis aja. Termasuk ketika membeli barang, sesuaikan dengan kemampuan. Kalau kemampuan doku cuman seribu perak, ya nggak usah maksain diri beli yang harganya lima ribu perak, misalkan.
- Hargai jerih payah ortu. Buat pelajar yang belum kerja, kan uang sakunya dari ortu. Makanya kamu musti menghargai, bagaimana susah payahnya ortu mendapatkan uang itu. Musti kerja banting tulang, meras keringat, bahkan kadang berurai air mata. Masak kita dengan entengnya membelanjakan untuk hal-hal yang nggak perlu.
- Jangan sering-sering jalan-jalan ke pusat perbelanjaan, toko-toko, atau pameran. Lihat barang-barang di etalase, dijamin kamu pengin beli. Soalnya itu barang emang sengaja dipajang biar dibeli, bukan sekadar diliatin, apalagi dicuekin.
- Kalau harus belanja, catat keperluan kamu. Jangan belanja di luar kebutuhan. Hindari beli barang yang tidak dianggarkan. Cukup samperin aja etalase tempat barang yang kamu butuhin, pilih-pilih harga, ambil, bayar dan pulang.
- Buat skala prioritas, mulai barang-barang kebutuhan kamu paling mendesak sampai yang nggak mendesak. So, kalo kantong kamu cetek, maka urutan barang pertamalah yang kudu kamu beli, kedua, dan seterusnya.
- Bawa uang secukupnya. Selain aman dari pencopet, juga aman dari kebocoran akibat kamu belanja tidak terkontrol. Jadi mikir-mikir kan kalau mau beli, wong duitnya terbatas.
- Jangan mudah tergiur diskon, hadiah langsung, apalagi undian. Ini kadang emang sulit. Kalau ada barang bagus dan murah, siapa sih yang nggak tergiur. Padahal biasanya diskon dilakukan setelah harga dimark-up dulu. Sekali-kali boleh saja memanfaatkan diskon, asal kamu yakin betul tuh harga emang lebih miring dibanding harga aslinya. Misalnya saja karena kamu dulu naksir ama tuh barang, jadi kamu tahu betul kalo harga setelah diskon benar-benar murah meriah. Tapi ingat, kalau barang yang didiskon tidak kamu butuhkan, jangan mudah memutuskan membelinya.
- Jangan mudah tergoda iklan. Biasanya ‘naluri ‘ belanja makin bangkit dengan adanya rangsangan berupa iklan yang berseliweran di TV, radio, koran, majalah, spanduk, selebaran, dll.
- Survey harga. Ada baiknya sebelum belanja kamu mengadakan studi banding kecil-kecilan. Khususnya terkait dengan kualitas barang dan harganya. Nggak perlu repot-repot mengunjungi satu per satu mal atau tempat-tempat belanja, apalagi pake kuesioner segala. Informasi ini bisa kamu dapet dari temen-temen kamu. Misalnya, kalo beli baju di mana sih yang bagus dan murah, kalo beli sembako di mana yang paling lengkap dan harganya miring, kalo beli sepatu, tas, peralatan sekolah, dll dimana yang paling hemat.
Kalau Islam sendiri, gimana memandang kebiasaan gila belanja ini Mbak?
Gini ya, keinginan memiliki barang itu fitrah karena merupakan salah satu manifestasi dari gharizah baqo’ (naluri mempertahankan diri). Sebagaimana gharizah lainnya, naluri ini akan bangkit kalo mendapat rangsangan dari luar. Makanya, kalo sering bergaul ama geng shopaholic, sering window shopping di mal, sering menelan mentah-mentah iklan atau sering ngebayangin punya ini-itu, dijamin penyakit kepingin belanja pasti kambuh.
Bukan berarti punya belanja nggak boleh, bahkan penting. Asalkan membelanjakan uang di jalan yang dibolehkan. Beda kalo kamu ringan tangan ngeluarin duit buat beli barang-barang haram, nah itu baru namanya Israf, begitu Bahasa Arabnya.
Israf ini berarti al-infaq fil haraam wal ma’asiy yang artinya membelanjakan uang dalam hal yang haram dan maksiat. Misalkan kalo cewek buat beli kosmetik yang ada alkoholnya, buat beli minuman beralkohol, judi, dll. Allah berfirman dalam Surat Al-Isra: 26-27 yang artinya: ‘Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan hartamu secara boros (tabdzir). Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara setan’.
Selain itu, juga firman Allah Swt: “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, mereka akan menerima siksa yang pedih (QS At-Taubah:24).
Jelaslah, membelanjakan harta untuk barang-barang yang diharamkan sangat dibenci Allah Swt sehingga diancam siksa yang pedih. Na’udzubillahi mindzalik.
Jadi, sekali lagi, selama yang dibelinya itu benda halal dan dibutuhkan, boleh aja. Dalam surat Al Furqon ayat 67 Allah Swt mengingatkan: ‘Dan orang-orang mukmin, apabila membelanjakan harta, mereka tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kikir. Dan adalah pembelanjaan itu ada di tengah-tengah yang demikian.’
Bukan itu saja, dalam sejarah Islam yang agung, kita bisa mencontoh keteladanan para Sahabat Rasul yang begitu zuhud. Mereka biasa hidup sederhana. Bahkan sosok sekaliber Abu Bakar as-Shidiq yang seorang pemimpin dunia aja (khalifah), bajunya kelewat sederhana. Tapi, zuhud bukan berarti tak boleh menikmati kesenangan dunia. Allah SWT mempersilahkan hambanya berlomba-lomba mengejar kebahagiaan dunia –tentu dengan cara yang diridhoi Allah SWT–, namun jangan sampai mengabaikan kebahagian akhirat. Lagipula, standar kebahagiaan tak melulu diukur dari materi. Kebahagian adalah manakala kita bisa menjalankan perintah-perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Ridho Allah SWT. Itu tujuan hidup kita, kan?(*)