Kita, Penginderaan dan Keikhlasan

Syahdan ada tiga orang buta yang ingin mengetahui rupa gajah. Ketiganya lalu bersepakat untuk pergi ke kebun binatang dan meraba hewan tersebut. Sesampainya di sana orang buta yang pertama meraba ekor binatang tersebut, sedangkan yang kedua meraba telinganya dan yang ketiga meraba belalainya.

Alih-alih bersepakat, ketiganya malah bersikukuh dengan pendapat masing-masing. Orang yang pertama meyakini jika gajah itu adalah hewan seperti tali, sedangkan yang kedua meyakini bahwa gajah itu seperti kipas, dan yang ketiga meyakini kalau gajah itu sejenis ular. Tidak ada kesepakatan di antara mereka.

Pembaca budiman, hidup memang terasa lebih sulit manakala ketika memiliki keterbatasan dalam penginderaan. Ada kesulitan untuk mengetahui realitas kebenaran.

Maka pernahkah kita bersyukur dengan lengkapnya pancaindera kita? Setiap saat kita bisa menyaksikan tanda-tanda kebesaran Allah. Kelengkapan pancaindera memudahkan proses berpikir dalam benak. Karena, berpikir membutuhkan sejumlah komponen; panca indera, otak, memori, dan fakta.

Meski begitu, adakalanya orang yang sehat pun gagal memahami fakta dengan benar. Ini bisa terjadi karena faktor di luar diri kita, seperti cuaca berkabut yang mengganggu penglihatan, atau suara bising yang mengganggu pendengaran.

Tapi gangguan yang sesungguhnya lebih besar bagi kita bukanlah pada pancaindera, tapi pada hati kita, yakni KETIDAKIKHLASAN. Jika hati sudah tidak ikhlas, sekuat apapun sebuah kebenaran tetap dianggap salah. ketidakikhlasan bisa ‘membutakan’ mata dan bisa ‘menulikan’ telinga.

Karenanya, berpikir yang benar tidak sekadar membutuhkan pancaindera yang utuh dan otak yang sehat, tapi juga hati yang bersih. Tanpa keikhlasan, pancaindera yang Allah Swt. karuniakan pada kita menjadi percuma. Karena takkan pernah menyerap kebenaran. Padahal untuk itulah kita diberi pancaindera.

Allah Swt. berfirman:“mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS al-A’raf [7]: 179) [januar]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *