Program: VOICE OF ISLAM | Narasumber : Ir. LATHIFAH MUSA | Tema: Homeschooling, Pilihan Pendidikan Menghadapi Arus Liberalisasi | Presenter: Anita Bunga Intan
Mulai hari ini, sesuai permintaan pendengar VOI, kita akan memulai sebuah rubrik baru yang kami beri judul rubric HOME SCHOOLING. Dalam rubric ini kita akan menghadirkan narasumber yang punya kompeten untuk membahas tentang pendidikan anak. Untuk edisi perdana rubric ini, kita mau bincang-bincang dulu dengan Ustzh Ir Lathifah Musa. Beliau selain merupakan pemimpin redaksi majalah udara VOI, konsultan klinik anak muda, ternyata juga menjadi pengamat dunia anak, penulis buku-buku pendidikan anak usia dini dan sekaligus juga seorang praktisi Homeschooling dalam keluarga.
Tapi sebelumnya saya mau menanyakan dulu kepada beliau apa itu homeschooling?
Home: rumah; schooling: sekolah. Istilah untuk sekolah yang dijalankan di rumah. Saat ini istilah homeschooling sudah sangat marak, dan mulai diakui legalitasnya sebagai pendidikan yang diakui sebagai sebuah produk pendidikan, sekalipun bukan pendidikan formal. Sehingga dikatakan homeschooling ini sebagai bentuk pendidikan luar sekolah. Tetapi diakui juga sebagai bentuk produk pendidikan. Kalau di Indonesia sudah disahkan berdasarkan SK Menteri Hukum dan HAM RI.
Mengapa rubric homeschooling mulai diangkat dalam majalah udara kita mulai bulan ini?
Ada banyak alasan. Pertama karena banyak yang bertanya, sehingga kami melihat mulai banyak ketertarikan mengenai masalah pendidikan anak ini. Kedua problem yang ada di tengah masyarakat kita. Yaitu adanya arus liberalisasi yang dahsyat yang sangat membahayakan kepribadian anak-anak kita. Banyak orang tua yang saat ini mulai sadar, bahwa yang penting bagi mereka adalah memiliki anak-anak yang baik, anak-anak yang shalih dan selamat dari perilaku-perilaku rusak seperti seks bebas, minuman keras, narkoba, kriminalitas dll. Secara khusus saya melihat perkembangan homeschooling mulai marak di kota-kota besar. Seperti Jakarta, Bandung, Jogja. Bahkan Jakarta ini sudah meliputi Jabodetabek. Karena kota seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi sudah sama saja dengan Jakarta dalam arus kehidupan liberal.
Pilihan untuk menyekolahkan anak di rumah di kota-kota besar ini, karena melihat kondisi lingkungan yang mulai berpengaruh buruk pada anak. Orang tua takut, anaknya masuk dalam lingkaran perilaku seks bebas, narkoba, minuman keras dll. Bahkan banyak yang takut anaknya terlibat bullying atau menjadi korban kekerasan di sekolah. Akhirnya tidak sedikit yang memilih untuk menjalankan homeschooling di rumah. Ketiga, ketidakpercayaan pada kurikulum pendidikan yang ada. Orang tua berharap anak memiliki kompetensi lebih pada anak-anak mereka. Tapi ternyata ini tidak bisa dicapai oleh pendidikan formal. Apalagi kasus-kasus kecurangan dalam UAN dll. Kemudian ortu berharap anak bisa punya basis agama yang baik tapi kok ternyata tidak tercapai di sekolah. Bagi orang tua yang memiliki idealitas dalam keberhasilan anaknya, ia akan memilih untuk menyelenggarakan pendidikan sendiri. Biasanya ini dilakukan orang tua yang berpendidikan dan mengerti dunia pendidikan. Keempat. Ketika orangtua mulai menyadari seperti apa pendidikan yang berkualitas, mereka ternyata melihat ini sulit dipenuhi di lembaga formal biasa (mis SD Negeri). Karena guru yang terbatas, sementara murid banyak dan beragam. Tapi mereka ingin mneyekolahkan di lembaga yang bermutu, harganya sangat mahal. Di era krisis ekonomi global seperti ini kasus-kasus kesulitan ekonomi sangat menjamur. Sehingga Homeschooling menjadi alternative yang terbaik dan terjangkau..
Bagaimana prospek homeschooling saat ini?
Saya melihat prospek kedepannya sangat baik. Apalagi setelah dilegalkan dalam SK Menteri. Anak-anak yang melakukan homeschooling pun saat ini sudah bisa mengikuti ujian akhir formal, asalkan didaftarkan di dinas setempat atau pusat. Walaupun bagi sebagian kalangan ijazah juga tidak terlalu penting saat ini, tetapi setidaknya sudah difasilitasi. Seperti misalnya anak-anak yang homeschooling SD bisa didaftarkan mengacu pada SD di daerahnya atau didaftarkan secara khusus di dinas dengan penyertaan kurikulum yang diakui. Sehingga anak ini juga bisa mengikuti ujian paket A untuk standar SD, paket B untuk standar SMP dan paket C untuk standar SMU. Kemudian lulusan-lulusan ini juga bisa diterima di universitas-universitas negeri asalkan memenuhi kompetensi yang disyaratkan dalam ujian masuk perguruan tinggi.
Yang penting bagi perguruan tinggi saat ini adalah, mahasiswa mampu mengikuti kurikulum PT. Memang banyak keluhan dari para dosen, ketika mereka melihat mahasiswa-mahasiswa yang lulusan SMU sekarang kok tidak sesuai standar. Lebih sulit mengajar mahasiswa sekarang daripada mahasiswa dulu. Ketika lulusan homeschooling mampu memenuhi kompetensi ini, maka bagi PT tidak masalah untuk menerima mereka. Artinya bagi lulusan homeschooling ada banyak peluang untuk selalu menerima pendidikan formal.
Ada yang mengatakan lebih baik anak kita ceburkan saja dalam arus liberalisasi agar mereka tangguh mengadapi bahaya apapun?
Itu asumsi yang keliru. Anak justru harus dibentuk untuk menjadi pribadi Islam yang tangguh, baru mereka akan mampu menhadapi bahaya liberalisasi. Persoalannya sekarang adalah ketika orang tua melepaskan anak di luar, apakah mereka sudah membekali anak-anak mereka dengan pendidikan yang baik di rumah? Kenyataannya belum. Orang tua kebanyakan langsung menyerahkan anak-anak mereka ke sekolah formal. Mereka lantas menyalahkan sekolah formal ketika ternyata anak-anak mereka bermasalah. Padahal yang salah bukan sekolahnya tapi justru orang tuanya. Rasulullah Saw bersabda: Kullu mauludin yuuladu alal fitrah. Fa abawaahu yuhawwidaanihi aw yunashshiraanihi aw yumajjisaanihi: Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, orang tuanyalah yang menjadikannya yahudi, nashrani atau majusi. . Kenyataannya banyak orang tua sekarang tidak memahami bagaimana sebenarnya anak-anak mereka, orang tua sekarang juga sering mengalami kesulitan mengendalikan anak-anak mereka sendiri. Ketika ini terjadi, bukan lembaga formal yang salah. Tetapi orang tua yang salah. Allah SWT akan meminta pertanggungjawaban kepada orang tua di akhirat, bukan kepada sekolahnya. Pilihan homeschooling selama ini adalah bentuk kesadaran dari orang tua sendiri terhadap persoalan-persoalan yang mereka pandang akan menghambat perkembangan anak mereka. Ada orang tua yang berpendapat: daripada saya setiap hari harus capek-capek menghapus perilaku buruk anak saya yang diterimanya ketika dia pulang sekolah, karena factor pengaruh dari lingkungan yang buruk, lebih baik dihomeschoolingkn. Sehingga dipastikan setiap hari anak akan mendapat tambahan positif, walaupun sedikit. Ini memang idealitas orang tua melihat kondisi kehidupan liberal yang mulai sangat mencengkeram Indonesia.
Mayoritas anak itu mendapat pengaruh buruk, seperti merokok, minum minuman keras, narkoba, suka berkelahi, seks bebas, darimana kalau bukan dari luar rumah. Ini yang memang menjadi alasan kebanyakan orang tua yang memilih homeschooling bagi anaknya. Ada salah satu kawan yang anaknya disekolahkan di sebuah SDIT terkenal di Jakarta, terpaksa harus menghomeschoolingkan anaknya. Karena anak ini setiap saat membicarakan bagaimana teman-temannya liburan sekolah keluar negeri (Eropa. Singapura, AS), bagaimana fitur-fitur HP tercanggih, bagaimana mobil mewah yang dipakai, bagaimana konser-konser yang ditonton akhir minggu dengan tiket jutaan. Ini mengkhawatirkan ortu thd gaya hidup hedonis anaknya. Bukan karakter Islami yang didapat, tetapi justru gaya hidup kapitalistik, materialistic dan liberal
Katanya tantangan dalam memilih homeshooling adalah keterbatasan orang tua dalam masalah pendidikan anak, apa benar demikian?
Benar, karena pilihan homeschooling harus berangkat dari kesadaran dan pemahaman orang tua sendiri terhadap kondisi anaknya saat ini dan gambararan serta harapan masa depan anak-anak mereka. Sehingga pilihan ini tidak bisa dipilih oleh orang tua yang masih belum peduli masa depan anak mereka (gimana nanti aja); atau orang tua yang menganggap pendidikan formal sebagai satu-satunya solusi pendidikan. Untuk itu rubrik ini memang hanya memberikan gambaran, bahwa kewajiban pendidikan yang terutama adalah tg jwb ortu, ada alternative pendidikan yang menjadi harapan di tengah berkurangnya mutu pendidikan formal yang digempur arus kehidupan liberal, ada harapan pendidikan berkualitas di tengah krisis ekonomi yang juga menimpa Indonesia saat ini. Pemaparan tentang homeschooling ini juga ingin memberikan kesadaran bagi orang tua yang menyerahkan anaknya ke pendidikan formal agar jangan lepas tangan. Belajar itu tidak hanya di sekolah, justru rumah menjadi wadah membentuk kepribadian dan karakter yang Islami. Sehingga orang tua tetap harus menjalankan proses pendidikan itu di rumah.
Bagaimana efektivitas homeshooling? Sangat efektif, karena biasanya anak pintar itu karena kondisi di rumahnya sudah membentuk anak jadi pintar. Lihat saja anak-anak berprestasi di sekolah, itu karena di rumah mereka memang terbentuk untuk rajin belajar, disiplin, perilaku sopan santun dan ini kenyataannya sangat menolong sekolah untuk lebih memacu prestasinya. Efektivitas belajar memang lebih nampak pada homeschooling, karena homeschooling melibatkan orang tua dan anak terpantau sebagai sebuah pribadi yang punya potensi dan kemampuan berkembang tersendiri sementara di sekolah, guru harus menangani begitu banyak murid sehingga tidak bisa memperhatikannya satu persatu.[]