Teror Bom, Antara Jihad dan Kriminalitas

Karya: Farid Ab

(Santri Pesantren Media)

Di Minggu pagi, tanggal 25 September 2011, Kota Solo berubah manjadi kota yang menegangkan. Seorang laki-laki bernama Yosepha Ahmad meledakkan diri di salah satu gereja yang ada di sana yaitu Gereja BIS Kepunton. Bom yang dibawa pelaku meledak ketika para jemaat selesai melaksanakan misa pagi dan hendak keluar dari gereja.

Meskipun kejadian ini hanya menewaskan pelaku dan mencederai 27 orang, namun hal ini seolah-olah membuka kembali luka lama akibat rentetan bom-bom yang menyasar fasilitas-fasilitas umum dan memakan banyak korban sipil. Bom yang terjadi di Bali, di Hotel JW Marriot, dan di beberapa tempat tentunya membawa kerugian dan korban jiwa dari orang-orang yang tidak bersalah. Pemboman itu juga tentunya membawa dampak psikologis bagi keluarga korban.

Orang atau kelompok yang melakukan pengeboman ini pasti mempunyai alasan pembenaran atas tindakannya. Mereka berdalih bahwa pengeboman yang mereka lakukan adalah dalam rangka berjihad, menegakkan Agama Islam. Mereka juga berdalih pengeboman yang mereka lakukan ditujukan kepada tempat-tempat maksiat dan fasilitas umum milik asing.

Namun, jalan yang mereka tempuh tidak akan merubah keadaan menjadi lebih baik. Justru sebaliknya, tindakan ini akan memberikan dampak negatif terhadap Islam dan kaum muslimin. Islam akan dikenal masyarakat non-muslim sebagai agama pembawa teror dan kematian. Mereka bukannya semakin dekat dengan Islam dan mempelajarinya melainkan akan menjauh bahkan membenci Islam. Upaya penegakan Agama Islam tentunya tidak akan berhasil dengan menggunakan cara ini.

Kecuali dalam kondisi perang, perjuangan Rasulullah saw menegakkan Islam tidak pernah diwarnai kekerasan. Rasullullah saw menyampaikan Islam tidak dengan membunuh dan menteror, melainkan dengan cara yang baik, mendakwahi mereka. Beliau bahkan dikenal mempunyai akhlak yang baik, dikagumi kawan dan disegani lawan.

Dalam kondisi perang pun Rasulullah saw menyuruh umatnya untuk tidak berlebih-lebihan. Ketika berperang, Umat Islam dilarang membunuh wanita dan anak-anak, merusak tanaman, serta merusak fasilitas umum dan tempat ibadah agama lain.

Pemboman yang dilakukan oleh beberapa kelompok Umat Islam ini tentunya sudah menyalahi tuntunan Rasulullah saw. Mereka membom fasilitas umum dan tempat ibadah agama lain dimana dalam kondisi perang pun hal ini tidak boleh dilakukan apalagi dalam kondisi damai. Belum lagi diantara korban meninggal juga termasuk wanita dan anak-anak.

Selama orang-orang kafir masih mau hidup berdampingan secara damai, kita tidak boleh mengganggu mereka. Kita tidak diperbolehkan merampas harta, jiwa, dan kehormatan mereka. Bahkan kita sebagai Umat Islam harus menjamin keamanan dan ketentraman mereka.

Kita tentunya masih ingat dengan kepahlawanan Salahuddin al-Ayyubi. Berkat keberanian serta keahliaanya dalam mengatur strategi perang, beliau dapat merebut kembali Tanah Palestina dari cengkraman Nasrani. Sebelum beliau memasuki Palestina, beliau berpesan kepada tentaranya agar tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan apa yang dianjurkan Islam dalam berperang. Gereja-gereja pun tidak dirsak. Orang-orang kafir Palestina dijaga harta dan jiwanya. Keadaan ini membuat orang-orang kafir bersimpati dan masuk Islam.

Aturan Membunuh

Islam memberikan penghargaan yang tinggi terhadap jiwa seseorang. Seorang muslim tidak boleh membunuh tanpa alasan yang hak. Seseorang hanya boleh dibunuh jika ia sudah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan oleh hokum syara. Misalnya, kita hanya diperbolehkan membunuh orang-orang murtad, suami atau istri yang berselingkuh hinga berzina, dan membunuh orang yang telah menghilangkan nyawa orang lain dengan sengaja. Dan kegiatan membunuh ini pun tidak boleh dilakukan secara perorangan melainkan melalui sebuah Negara Islam yang sah.

Jika seseorang atau kelompok melakukan tindakan membunuh dengan tidak memperhatikan atau melanggar ketentuan hokum syara’, maka hal ini sama saja dengan melakukan hal yang tidak dibenarkan dalam Islam. Tindakan membunuh di luar ketentuan hokum syara’ bisa dikategorikan sebagai sebuah tindakan kriminal. Dan seseorang atau kelompok yang melakukan tindakan kriminal harus dihukum sesuai dengan hokum yang berlaku di dalam Islam. (Farid Ab. Email: farid_ymail@yahoo.com)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *