Jika orang yang dihutangi memberikan tambahan tanpa diminta

Jika di masyarakat berlaku pemahaman, bahwa jika kita berhutang maka ketika mengembalikan hutang lebih baik memberi tambahan kepada yang menghutangi, ya itung-itung sebagai tanda terima kasih dengan jumlah tambahannya terserah pihak yang berhutang, tidak ditentukan. Maka ini termasuk riba dan kita tidak boleh memberikan tambahan itu. Apalagi jika sejak aqad hutang piutang telah disyaratkan tambahan atau bunga tertentu, maka itu termasuk riba dan kita tidak boleh memberikan tambahan itu.

Yang diperbolehkan itu ada dua keadaan.

Keadaan yang pertama yang diperbolehkan, jika antara yang menghutangi dan yang dihutangi sebelum terjadinya aqad hutang piutang tersebut, sudah biasa saling memberi hadiah. Artinya, baik mereka sedang terlibat aqad hutang piutang atau tidak, mereka sudah terbiasa saling menghadiahi. Sehingga hadiah yang diberikan oleh yang berhutang memang betul-betul sebagai hadiah, bukan tambahan dari hutang.

Dari Anas, ia pernah ditanya: ”Ada seorang laki-laki meminjamkan uangnya kepada saudaranya, lalu ia memberi hadiah kepada laki-laki itu (bagaimana itu)?”

Anas menjawab, ”Rasulullah saw pernah bersabda, ’Apabila salah seorang di antara kamu meminjamkan sesuatu kemudian yang diberi pinjaman itu memberi hadiah kepadanya atau dia dipersilakan naik kendaraannya, maka hendaklah ia tidak menaikinya dan hendaklah ia tidak menerima hadiah itu, kecuali hal itu telah menjadi kebiasaan antara dia dengan orang yang meminjami sebelum itu.’” (HR. Ibnu Majah).

Keadaan yang kedua, jika yang dihutang adalah selain uang, misalnya hewan atau kendaraan.

Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah saw pernah pinjam onta, kemudian beliau membayar dengan onta yang lebih baik daripada onta yang dipinjam, lalu beliau bersabda, ”Sebaik-baik di antara kamu adalah yang lebih baik dalam membayar pinjaman.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi) (UMAR ABDULLAH)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *