Tanya Jawab Seputar Homeschooling

JAWABAN PERTANYAAN HOMESCHOOLING_1

Tulisan ini adalah surat jawaban dari Bu Lathifah Musa untuk Ukhti Rahmi Alnadra yang dipostingkan bulan November 2011. Ukhti Rahmi bersama suaminya berminat menyelenggarakan homeschooling, khususnya bagi putranya yang masih balita. Namun banyak pertanyaan tentang bagaimana konsep, metode dan cara. Berikut pertanyaan tentang homeschooling PAUD dalam surat Ukhti Rahmi Alnadra.

1.  Menurut info yang saya dengar dari Bapak Kepala PLS-Diknas setempat dan browsing dinternet ternyata belum ada Kurikulum PAUD. Terakhir saya dengar dari VOI (tanggal 26 Januari 2010 lalu) tentang menggunakan bahasa yang baik pada anak. Kalau tidak salah ada “Formulanya” yakni dalam kurikulum islam. Pertanyaannya: “Bagaimana Metode pengajaran islam (kurikulumnya) untuk anak usia dini?”.

2.  Jika diperkenankan (saya & suami) ingin diberikan informasi tentang tahapan-tahapan perbulan mengenai stimulan mendidik anak usia dini  2 s/d 5 tahun (Seperti dalam booklet kecil yang pernah Mba terbitkan) juga tahapan perbulan tentang pemahaman dan penanaman islam sejak dini dalam bentuk bundel buku/dalam bentuk datanya. Untuk dapat kami pergunakan sekaligus Insya Allah ini adalah amanah kami untuk menyampaikan/praktekan dilingkungan kami.

3.  Bagaimana caranya secara psikologi islam untuk mengenal karakter anak dengan baik? Saya masih kesulitan untuk mengatasi/mengarahkan anak yang sangat nakal dan kasar juga suka mengganggu anak lain. Mohon bimbingannya juga.

Di bawah ini pertanyaan tentang homeschooling secara umum:

1.  Konsep pemikiran saya terutama ingin mendidik anak dirumah lewat home schooling yang Islami, dengan pelajaran ilmu pengetahuan umum, eksak dll, juga terutama sekali pemahaman islam yang benar yang sesuai dengan Alqur’an dan Hadist. Dengan harapan anak bisa menjadi muslim berkualitas yang dapat menjadi dirinya sendiri dan bangga dengan keislamannya. Sedangkan pengertian home schooling sendiri yang saya ketahui adalah memindahkan proses KBM dirumah (baik kita yang mengajarkan maupun membawa guru kerumah/privat).Mudah-mudahan pemahaman ini benar demikian.

Saya pernah mendengar bahwa untuk dapat menyatakan anak ikut Home schooling sendiri harus mengajukan permohonan tertulis diatas materai yang ditujukan kepada Diknas setempat. Apakah demikian prosesnya?

2.  Bagaimana tahapan-tahapan dari A – Z membuat home schooling sendiri dari awal? Sehingga kami bisa menyiapkan, mengumpulkan dll sejak awal juga mengingat keterbatasan saya bukan dari pendidikan guru melainkan kejuruan (Diploma 1-ASMI) suami juga dari STM jadi mungkin hal-hal yang bersifat pengetahuan umum juga kejuruan bisa kami berikan kepada anak kami selain itu untuk EKSAK/Hitungan kami punya keterbatasan  mungkin bisa diprivatkan, termasuk Mengaji dan belajar bahasa Arab bisa diprivatkan (karena diluar kemampuan kami).

3.  Sebenarnya home schooling itu dimulai sejak usia anak berapa sebaiknya?

Mengingat pertanyaan-pertanyaan ini juga banyak ditanyakan oleh orang tua yang lain, maka kami telah mendapat ijin agar jawaban surat Bu Lathifah bisa dibaca oleh yang lain. Adapun, menurut Beliau masih ada pertanyaan-pertanyaan lain, yang karena keterbatasan waktu, akan dibalas dalam surat berikutnya. Berikut jawaban surat tentang homeschooling yang pertama:

JAWABAN:

Wa ‘alaykumus salaam warahmatullaahi wa barakaatuh.

Mohon maaf sebelumnya kepada Ukhti Rahmi Alnadra, karena upaya menjawab surat dari Ukhti selalu tertunda oleh kesibukan lain yang sebelumnya memang telah diamanahkan lebih dulu kepada saya.

Sebagai pengantar awal, saya ingin menekankan kepada siapapun orang tua yang memilih homeschooling sebagai bentuk pendidikan bagi anaknya, bahwa pilihan homeschooling adalah upaya untuk selalu memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak-anaknya.

Bagaimanapun anak-anak adalah tanggungjawab penuh orang tuanya. Memetakan masa depan yang terbaik bagi anak adalah tidak sekedar membuat mereka menjadi manusia-manusia unggul yang tangguh dalam menghadapi kehidupan dunia, tetap juga memberi arahan kehidupan akhirat yang terbaik sebagai cita-cita tertingginya.

Untuk itu pilihan homeschooling bagi saya pribadi tidak memiliki pertimbangan (1) apakah berijazah atau tidak; (2) apakah bisa melanjutkan ke pendidikan tinggi negeri atau tidak; (3) apakah diakui secara legalitas formal atau tidak. Karena dengan pertimbangan-pertimbangan tadi akan membuat kita sedikit teralihkan dari tujuan ideal pendidikan anak.

Walaupun pertimbangan (1), (2), (3), sebenarnya telah terjawab dengan adanya pengakuan ijazah kesetaraan, mereka bisa melanjutkan ke perguruan tinggi negeri dan secara legalitas formal pendidikan Homeschooling telah diakui berdasarkan UU SISDIKNAS (pasal 27 ayat 1). Namun hendaknya hal-hal tadi tidak perlu terlalu dipikirkan oleh para orang tua muslim yang memilih homeschooling untuk anaknya.

Dengan demikian, menurut saya, prasyarat  bagi orang tua yang memilih homeschooling pribadi bagi anaknya adalah: (1) memiliki gambaran profil generasi seperti apa yang akan menjadi output dari pendidikan ini; (2) memiliki metode dan kurikulum yang tepat untuk menjalankan homeschooling ini (3) menjadikan pendidikan sepanjang hayat sebagai bekal bagi anak untuk selalu haus ilmu dan mampu secara mandiri mematahkan penghalang-penghalang yang dihadapinya ketika mencari ilmu.

Untuk kedua point di atas, dalam tahapan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), Lembaga El Diina (Lembaga Peduli Ibu dan Generasi) yang berpusat di Bogor, saya lihat telah menyusun secara rapi sistem homeschooling untuk PAUD. Ibu DR. Yuliana telah menyusun paket kurikulum dan modul sebagai disertasi Doktoralnya. Silakan Ukhti bisa menghubungi lembaga ini untuk mendapatkan paket modulnya secara lengkap. Secara berkala El Diina juga mengadakan Training bagi para guru dan orang tua peserta program homeschooling. Informasi tentang hal ini bisa menghubungi lembaga El Diina.

Sedangkan Homeschooling Usia Prabaligh, saat ini telah dirintis metode dan kurikulumnya oleh Lembaga Khoiru Ummah, pimpinan Ibu Ir Emmi Khaerani. Beliau bersama Dewan Kurikulum Khoiru Ummah juga sedang merintis paket program untuk tingkat SMP.

Memang akhirnya dengan keterbatasan para orang tua dalam menangani langsung anaknya, lembaga-lembaga ini juga membentuk homeschooling komunitas yang bentuknya lebih mirip sekolah. Namun lembaga ini juga memberikan bimbingan secara berkala dalam bentuk training-training bagi orang tua-orang tua yang mengajar secara langsung anak-anaknya (homeschooling pribadi). Perlu diketahui, saya sendiri menjalankan homeschooling pribadi untuk anak-anak saya (kecuali yang pertama karena telanjur akan menyelesaikan sekolah SDnya).

Untuk anak-anak PAUD, ketika kita menangani juga anak-anak lain selain anak kita sendiri, maka perlu ada kesamaan metode dan cara antara guru dan orang tua dalam menangani anak. Anak-anak yang kasar dan suka memukul, tidak terlepas dari pola asuhnya di rumah. Anak-anak akan lebih mudah ditangani dengan sikap yang tegas, namun dengan kasih sayang. Karena cara belajar anak PAUD adalah dengan mengulang-ulang, maka guru harus konsisten dalam mengajar dan memberi tindakan bagi anak-anak yang tidak terkendali. Misalnya bila dia mengganggu, maka kita bisa menerapkan cara “time out”, yakni dengan memintanya untuk diam di sudut selama 5 menit. Anak-anak biasanya tidak suka diam, sehingga hukuman untuk diam di sudut selama 5 menit akan membuat jera. Bila anak membangkang, maka guru harus tetap tegas menggiring anak untuk menyelesaikan “time outnya”. Walaupun berulang-ulang guru menggiring ke seorang anak ke sudut, namun tetap harus konsisten dilakukan. Tentunya dengan nada yang tegas tetapi dengan senyum. Namun sebelumnya yang terutama, guru harus membangun komunikasi yang baik dengan anak. Inilah pentingnya mengapa anak harus senang dengan gurunya. Menjadi guru PAUD memang perlu kesabaran yang tinggi. Namun Insya Allah, tidak sedikit yang menikmati pekerjaan yang mulia ini.

Jawaban ini semoga menjawab tentang pertanyaan-pertanyaan PAUD.

Homeschooling Islami

Berikut ini untuk jawaban pertanyaan tentang homeschooling Islami:

1. Legalitas homeschooling bisa mengajukan ke Diknas setempat. Namun biasanya Diknas meminta untuk bernaung di bawah lembaga pendidikan formal (di bawah Yayasan Pendidikan tertentu). Bila  lembaga formal ini belum ada, maka bisa mengajukan langsung  untuk ujian kesetaraan yang meliputi tiga bidang: Matematika, IPA dan Bahasa Indonesia. Pengalaman teman-teman saya yang anaknya telah mengikuti ujian kesetaraan, prosesnya tidak terlalu sulit. Namun sebenarnya ujian kesetaraan bukanlah target penting homeschooling. Target homeschooling adalah pendidikan yang berkarakter Islami, cerdas dan mumpuni dalam menghadapi masalah kehidupan. Dengan demikian yang perlu dipikirkan orang tua adalah bagaimana (1) menjadikan al Qur’an sebagai kurikulum dasar (2) sains dan geografi sebagai ilmu penunjang (3) matematika sebagai ilmu alat. Pelajaran yang juga perlu adalah bahasa arab serta bahasa inggris sebagai tambahan. Selebihnya anak juga dibekali pengetahuan umum. Untuk usia SD, saya dan suami biasa mengajarkan semuanya sendiri, kecuali untuk sains ada guru tambahan. Karena sains anak-anak perlu praktek langsung di alam. Sampai sekarang, anak saya yang homeschooling  paling besar kelas 3 SD. Saya belum mengajukan ke Diknas, namun sudah ada tawaran tersendiri untuk bernaung dari Lembaga Homeschooling yang ada. Setiap kenaikan kelas saya membuatkan transkrip perkembangan kemampuan anak, dan itulah yang nanti akan menjadi bahan untuk diajukan secara administratif ke lembaga homeschooling ketika anak saya akan ujian kesetaraan. Dalam perkembangannya pelajaran-pelajaran standar anak saya lebih cepat. Sebagai contoh pelajaran sains dan matematika kelas 4 dan 5 sudah mulai dikuasainya. Untuk geografi, ia telah mengikuti standar SMP.

2. Para orang tua jangan merasa pesimis dengan kemampuan sendiri. Apalagi kalau anaknya masih usia PAUD. Dalam sistem homeschooling, orang tua belajar dulu kemudian mengajarkan anak. Jadi sampai saat ini saya juga belajar kembali apa yang akan diajarkan ke anak dengan mencari-cari cara yang lebih cocok untuk  anak saya. Jadi jangan heran kalau saya sering ke toko buku membaca buku-buku SD dan SMP. Bila ada yang cocok saya terapkan cara-caranya. Untuk metode, homeschooling yang saya ikuti menggunakan praktek talqiyan fikriyan. Maksudnya pola komunikasi berpikir dengan membangun step demi step kerangka berpikir anak. Sehingga saya bisa membaca setiap tahap perkembangan proses berpikir anak. Cara belajar metode ini adalah dengan membuat siswa aktif berpikir dan berkomunikasi dengan guru. Karena anak baru membangun kemampuan berpikir, sementara orang tua telah memiliki kerangka berpikir (akal telah sempurna) maka orang tua belajar lebih cepat daripada anak. Anak-anak masih menggunakan pola pengulangan, sehingga sebenarnya tidak sulit bagi kita orang tua untuk belajar cepat agar bisa mengajar anak. Ada tiga yang saat ini selalu saya kejar belajar agar bisa mengajari anak: (1) hafalan al-Qur’an dan tafsir al-Qur`an (2) matematika (3) sains. Untuk bahasa Indonesia, saya menerapkan memperbanyak ekspresi: bicara dan menulis. Sehingga anak-anak saya sejak kecil telah terbiasa berbicara dengan baik dan untuk yang akan lulus SD telah dibiasakan menulis. Dengan cara ini kita bisa menilai apakah kompetensi bahasa Indonesia telah tercapai atau tidak. Karena percuma ujian tulis bahasa bagus, tetapi mereka tidak menjadi pembicara  dan penulis yang baik. Bila mereka bisa menjadi pembicara dan penulis yang baik, maka mereka akan mampu mengembangkan cara-cara berdakwah yang bisa diterima di masyarakat. Untuk itu target belajar bahasa indonesia adalah menguasai komunikasi massa.

3. Bagi saya homeschooling bukan sekedar memindahkan proses belajar mengajar dari sekolah ke rumah. Namun lebih pada memilih metode belajar dan kurikulum yang terbaik. Karena kalau di sekolah, mereka tidak akan mendapatkan yang terbaik. Bahkan lulusan S2 atau S3 pun sekarang belum  tentu berguna di masyarakat. Untuk itu saya memang tidak terlalu memikirkan apakah kita lulusan SMA, SMK, Diploma, S1 atau Doktor sekalipun. Namun yang penting adalah apakah kita bisa secara mandiri mencerdaskan akal kita atau tidak. Di lingkungan kami, Media Islam Net, gelar itu cuma tempelan. Malah ada salah seorang ahli IT kami yang ijazahnya hanya SMP. Namun di mata saya ia seorang Master IT. Pendidikan formal memang tidak cocok untuk orang-orang cerdas seperti dia. Salah satu cara mencerdaskan akal adalah dengan selalu mengikuti berita-berita yang terjadi di masyarakat. Baik menyangkut politik, ekonomi dll. Dalam pelajaran bahasa Indonesia kelas 1 SMP, mengikuti berita dan peristiwa menjadi  materi awal yang harus dipelajari dan diterapkan.

4. Homeschooling dimulai sejak usia dini. Namun memang menyesuaikan dengan tahapan usia. Pola untuk bayi adalah seperti bermain. Hal ini dijelaskan dalam buku untuk latihan bayi yang pernah ditulis oleh Zulfa Alya bersama saya. Untuk itu orang tua harus terus berkonsentrasi mengikuti setiap tahap perkembangan anaknya. Bahkan sekalipun anak masih kita sekolahkan di lembaga formal. Untuk anak saya yang masih di SDIT dan belum homeschooling karena “tanggung” sebentar lagi lulus, saya selalu mengikuti perkembangan kurikulumnya, bahkan mengikuti setiap minggu kalender akademik yang diberikan sekolah. Walaupun ada kekurangan, namun setidaknya bisa saya pantau dan saya beri tambahan di rumah. Sebagai contoh pelajaran matematika di SDnya saya nilai sangat lambat, sehingga saya memberi tambahan yang belum dipelajari di sekolah. Ketika anak saya lolos seleksi kompetisi matematika berbakat mewakili sekolahnya, saya tetap ikutkan sekaligus saya ingin mempelajari cara-cara yang digunakan dalam kompetisi-kompetisi saat ini. Dengan demikian untuk setiap anak, kita harus memiliki data akademik mereka, walaupun tidak tercatat. Tetapi ketika kita memilih homeschooling, maka kita harus rajin mencatat perkembangan akademik masing-masing anak, sehingga tidak akan sulit menyusun rapornya setiap semester.

5. Untuk bahan pelajaran, hendaknya harus selalu berupaya mencari yang terbaik. Saya berangkat dari target, sehingga tidak terlalu terikat dengan buku-buku pelajaran yang ada. Untuk buku-buku, anak-anak saya minta membaca dan menjawab soal buku-buku yang ada. Saya menjelaskan yang mereka belum paham. Untuk itu pelajaran bahasa indonesia memiliki target awal yang sangat besar, yaitu kemampuan membaca, memahami makna dan menemukan gagasan dari apa yang dibaca. Itu untuk target SD. Untuk tambahan materi pelajaran, saya  lebih sering browsing di internet sehingga menemukan banyak bahan dan kita bisa menyusun yang terbaik.

Demikian, untuk sementara ini dulu yang bisa dijawab. Untuk pertanyaan-pertanyaan lain, semoga bisa segera menyusul, karena keterbatasan waktu. Semoga memberikan manfaat dan Allah SWT memudahkan niat baik kita.

Bogor, 4 Januari 2011

Lathifah Musa

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *