Cara Jitu Hapus Cap Negatif

Oleh Umar Abdullah

Pertempuran antara pengemban risalah ilahiyah dan risalah syaithaniyah berlangsung sejak iblis diusir dari Surga dan akan terus berlangsung hingga hari ini. Arus yang mengajak manusia mengenal kembali risalah ilahiyah pasti akan ditentang oleh arus yang ingin menyesatkan manusia agar tetap terjerumus pada kerusakan. Inilah yang terjadi saat ini, berbagai upaya dilakukan tentara-tentara syaithan untuk menghalangi sampainya risalah ilahiyah kepada manusia. Salah satunya adalah dengan memberi cap negatif kepada para pengemban risalah ilahiyah. Pengemban dakwah Islam diberi cap teroris, fundamentalis, pemecah belah kesatuan bangsa, dan anti toleransi. Berbagai cap negatif ini sedikit banyak berpengaruh pada masyarakat yang sedang kembali mendekat kepada risalah Islam. Paling tidak, ada kecurigaan dan ketidaknyamanan yang muncul saat sang pengemban dakwah menyampaikan risalah Islam.

Sebenarnya masyarakat tidak salah, apalagi sang pengemban dakwah. Yang salah adalah tentara-tentara syaithan yang berujud manusia. Oleh karenanya penting bagi kita semua untuk mengetahui bagaimana cara menghapus cap negatif ini agar dakwah Islam bisa mengetuk pintu-pintu pikiran dan perasaan masyarakat. Dan masyarakat pun membuka hati dan pikirannya dengan gembira.   Nah cara itu pernah diteladankan oleh para sahabat nabi ketika mereka hijrah ke Habasyah. Beginilah kisahnya…

ooOoo

Tatkala dakwah Islam yang dijalankan Rasulullah Muhammad saw dan para sahabatnya mulai terjadi benturan dengan kepercayaan kafir Quraisy, maka mulailah terjadi reaksi perlawanan kaum kafir Quraisy terhadap dakwah Islam. Mereka mulai menyiksa nabi dan para sahabat.

Ketika Rasulullah saw. melihat berbagai penderitaan yang dialami para sahabatnya, beliau mengizinkan sebagian kaum muslimin hijrah ke Habasyah (sekarang Ethiopia) karena di sana ada Raja Najasyi yang adil yang melarang seseorang dizalimi. Ini terjadi tahun 615 dan 617 M. Jumlah para sahabat yang berhijrah ke Habasyah hingga mencapai kurang lebih 83 orang. Di sana para sahabat mendapat perumahan dan ketentraman.

Mendengar para sahabat di Habasyah mendapatkan ketenangan, Kafir Quraisy mengirim dua utusan, yaitu ‘Amr bin ‘Ash dan ‘Abdullah bin Rabi’ah untuk memfitnah para sahabat serta memohon Raja Najasyi agar mengembalikan para sahabat tersebut ke Makkah. Mereka dibekali hadiah-hadiah untuk menyuap Raja Najasyi dan Para Batrixnya.

Para pemuka kafir Quraisy berpesan kepada keduanya, “Berikan hadiah ini kepada semua Batrix sebelum kalian berdua berbicara dengan Raja Najasyi tentang kaum Muhajirin. Serahkan hadiah-hadiah ini kepada raja Najasyi, kemudian mintalah Raja Najasyi untuk menyerahkan kaum Muhajirin kepada kalian berdua sebelum Raja Najasyi berbicara dengan mereka.”

Setelah keduanya tiba di Habasyah, segeralah mereka memberikan hadiah-hadiah kepada para Batrix seraya berkata, “Sesungguhnya telah menyusup ke negeri ini, anak-anak muda yang kurang waras. Mereka meninggalkan agama kaumnya, tapi juga tidak masuk ke dalam agama kalian. Mereka membawa agama baru yang tidak kami kenal dan kalian pun tidak mengenalnya. Tokoh-tokoh orang Quraisy telah mengutus kami kepada kalian untuk mengembalikan mereka kepada kaumnya. Jika kami berbicara kepada Raja Najasyi tentang orang-orang tersebut, hendaknya kalian meminta Raja Najasyi menyerahkan mereka kepada kami dan agar Raja Najasyi tidak berbicara dengan mareka, karena kami orang-orang Quraisy lebih paham apa yang mereka katakan dan lebih mengerti apa yang mereka cela.”

Para Batrix pun berkata kepada keduanya, ”Ya.”

Kemudian kedua utusan kafir Quraisy itu menyerahkan hadiah-hadiah kepada Raja Najasyi dan diterimanya. Keduanya berkata kepada Raja Najasyi, ”Wahai paduka raja, sesungguhnya telah menyusup ke negeri paduka, anak-anak muda kami yang kurang waras. Mereka meninggalkan agama kaumnya dan tidak pula masuk kepada agamamu. Mereka membawa agama yang mereka ciptakan sendiri. Kami tiak mengenal agama tersebut, begitu pula paduka. Sungguh kami diutus ayah-ayah mereka, paman-paman mereka dan keluarga besar mereka untuk membawa mereka pulang kepada kaumnya, karen a kaumnya lebih paham apa yang mereka katakan dan lebih mengerti apa yang mereka cela.”

Para Batrix yang berada di sekeliling Raja Najasyi berkata, ”Keduanya berkata benar, wahai paduka raja. Kaum mereka lebih paham terhadap apa yang mereka katakan, dan lebih mengerti terhadap apa yang mereka cela. Oleh karena itu, serahkan saja mereka kepada kedua orang ini, agar keduanya membawa mereka pulang ke negeri dan kaum mereka.”

Raja Najasyi adalah seorang raja Nasrani yang adil. Dia tidak akan menghukum orang tanpa meminta penjelasan dari orang yang dituduh. Mendengar perkataan para Batrix yang menyarankan untuk tidak meminta penjelasan dari kaum Muhajirin, murkalah Raja Najasyi.

Raja Najasyi berkata, ”Tidak, Demi Allah, aku tidak akan serahkan mereka kepada kalian berdua. Jika suatu kaum hidup berdampingan denganku, dan memilihkku daripada orang lain, maka aku harus mengundang dan menanyai mereka tentang apa yang dikatakan dua orang ini tentang mereka. Jika memang seperti yang dikatakan kedua orang ini, maka aku serahkan mereka pada keduanya, dan aku pulangkan mereka kepada kaumnya. Namun, jika mereka tidak seperti yang dikatakan keduanya, aku akan melindungi mereka dari keduanya, dan melindungi mereka selama mereka tinggal berdampingan denganku.”

Inilah yang ditakutkan kedua utusan kafir Quraisy itu. Mereka bertemu dengan penguasa sekaligus hakim yang adil.

Kemudian Raja najasyi mengirim utusan untuk mengundang sahabat-sahabat Rasulullah yang berhijrah ke Habasyah itu.

Para sahabat segera berunding. ”Apa yang akan kita katakan kepada Raja Najasyi jika kita menghadapnya?”

Para sahabat berkata, ”Demi Allah, kita akan mengatakan apa yang telah kita ketahui. Apa yang diperintahkan Nabi itulah yang kita kerjakan.”

Kaum Muhajirin kemudian tiba di tempat Raja Najasyi yang telah memanggil para uskupnya yang telah menebarkan mushhaf-mushhaf mereka di sekitar Raja Najasyi.

Raja Najasyi bertanya kepada Muhajirin, ”Apa sih sebenarnya yang berbeda antara agama kalian dengan agama kaum kalian, dan mengapa kalian tidak masuk ke dalam agamaku, serta tidak masuk ke dalam salah satu dari agama-agama yang ada?”

Maka majulah Ja’far bin Abi Thalib sebagai juru bicara Muhajirin.

Ja’far berkata kepada Raja Najasyi, ”Wahai paduka raja, tadinya kami kaum jahiliyah. Kami menyembah patung-patung, memakan bangkai, berzina, memutus silaturahim, menyakiti tetangga, dan orang kuat di antara kami memakan orang lemah. Itulah keadaan kami, hingga Allah mengutus seseorang dari kami menjadi Rasul kepada kaum kami. Kami mengenal nasabnya, kebenarannya, kejujurannya, dan kesuciannya. Ia mengajak kami kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya, beribadah kepada-Nya, dan meninggalkan batu dan patung-patung yang dulu kami dan orang tua kami sembah.  Rasul tersebut memerintahkan kami jujur dalam berkata, menunaikan amanah, menyambung silaturahim, bertetangga dengan baik, menahan diri dari hal-hal yang haram, dan tidak membunuh.  Beliau melarang kami dari berbuat zina, berkata bohong, memakan harta anak yatim, dan menuduh berzina wanita baik-baik.  Ia memerintahkan kami beribadah kepada Allah saja dan tidak menyekutukannya-Nya dengan sesuatu apa pun. Ia juga memerintahkan kami shalat, zakat, dan puasa.”

”Kemudian kami membenarkan Rasul tersebut, beriman kepadanya dan mengikuti apa yang dibawanya dari sisi Allah. Kami beribadah kepada Allah saja dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Beliau mengharamkan kepada kami apa saja yang beliau haramkan, dan menghalalkan kepada kami apa saja yang beliau halalkan.”

”Setelah itu, kaum kami bertindak jahat terhadap kami. Mereka menyiksa, dan menganiaya kami karena agama kami. Mereka menginginkan kami kembali menyembah patung-patung, tidak menyembah Allah Ta’ala, dan menginginkan kami menghalalkan apa yang dulu pernah kami halalkan.  Karena mereka selalu memaksa kami, menyiksa kami, mempersempit ruang gerak kami, dan memisahkan kami dengan agama kami, maka kami pergi ke negerimu dan memilihmu daripada orang lain.  Kami lebih suka hidup berdampingan denganmu, dan kami berharap tidak disiksa lagi di sisimu, wahai Paduka Raja.”

Kemudian Raja Najasyi bertanya kepada Ja’far, ”Apakah engkau mempunyai sesuatu yang datang dari sisi Allah?”

Kemudian Ja’far membacakan kepada Raja Najasyi permulaan surat Maryam hingga ayat:

…Maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata, ”Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan? (Tiba-tiba) Isa berkata, ”Sesungguhnya aku ini hamba Allah. Dia (Allah) memberiku Al-Kitab (Injil) dan Dia menjadikannku seorang nabi. Dan dia menjadikanku seorang yang diberkati di mana saja aku berada dan Dia memerintahkanku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup dan berbakti kepada ibuku. Dan Dia tidak menjadikanku seorang yang sombong lagi celaka. Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal, serta pada hari aku dibangkitkan hidup kembali. (Terjemahan QS. Maryam [19]: 29-33).

Ketika mendengarkan ayat-ayat yang dibaca Ja’far, Raja Najasyi menangis hingga jenggotnya basah oleh airmata. Begitu juga para uskup hingga airmata mereka membasahi mushhaf-mushhaf mereka.

Raja Najasyi berkata, “Sesungguhnya ayat tadi dan yang dibawa ’Isa berasal dari sumber yang sama.”

Setelah itu Raja Najasy menoleh kepada kedua utusan kafir Quraisy, seraya berkata, “Pulanglah, hai utusan Quraisy! Demi Allah, saya tidak akan menyerahkan mereka kepada kalian berdua, dan mereka tidak bisa diganggu.”

ooOoo

Nampaknya kedua utusan kafir Quraisy ini tidak putus asa. Pada hari kedua, ‘Amru bin ‘Ash kembali menghadap Raja Najasyi seraya berkata; “Wahai paduka raja, mereka mengucapkan perkataan yang keji tentang ‘Isa ibnu Maryam!”

Menghadaplah kembali Kaum Muhajirin dipimpin Ja’far bin Abdul Muththalib ra di hadapan Raja Najasyi.

Ja’far, “Kami berkata mengenai ‘Isa sesuai dengan apa yang kami peroleh dari Nabi kami.  Beliau mengatakan bahwa ‘Isa adalah hamba Allah, utusan Allah, ruh ciptaan Allah dan kalimat Allah yang dihembuskan kepada Maryam, perawan suci.”

Raja Najasy kemudian mengambil sepotong kayu dan membuat garis di atas tanah seraya berkata kepada Ja’far; “Antara agama kalian dan agama kami (perbedaannya) tidak lebih dari garis ini.”

Mendengar perkataan Raja Najasyi, para Batrix yang ada di sekitar Raja Najasyi pun mendengus.

Mendengar dengusan itu, Raja Najasyi berkata, ”Walaupun kalian mendengus.”

Kepada kaum Muslimin, Raja Najasyi berkata, ”Pergilah, kalian aman di negeriku. Barangsiapa menghina kalian, ia merugi. Barangsiapa menghina kalian, ia merugi. Barangsiapa menghina kalian, ia merugi.”

Terhadap hadiah-hadiah untuk menyuap dirinya, Raja Najasyi berkata, ”Kembalikan kepada dua orang utusan Quraisy tersebut. Aku tidak membutuhkannya. Demi Allah, Allah tidak mengambil suap dariku ketika Dia mengembalikan kekuasaan kepadaku. Lalu kenapa aku mengambil suap dalam kekuasaan ini?”

Kemudian kedua utusan kafir Quraisy itu keluar dari hadapan Raja Najasyi berikut hadiah-hadiahnya dengan hati terpukul.

Kaum Mulsimin tetap tinggal di negeri Habasyah dengan nyaman dan menjadi tetangga yang baik dengan orang-orang Nasrani yang dipimpin oleh Raja Najasyi yang adil.

ooOoo

Demikianlah cara jitu menghapus cap negatif. 1) Harus ada hakim yang adil sebagaimana Raja Najasyi yang tidak langsung mengeksekusi sebelum meminta keterangan dari tertuduh. Semoga Allah merahmati Raja Najasyi dan orang-orang yang seperti dia. 2) Ungkap saja hakekat yang sebenarnya. Insya Allah akan terungkap siapa yang benar siapa yang salah. Orang Jawa menyebutnya “Sing Becik Ketitik Sing Ala Ketara (yang Benar akan terlihat dan yang salah akan terbongkar).

Jadinya sekarang kita lebih memahami, kenapa pemerintah Amerika Serikat buru-buru menutup penyelidikan tragedi Peledakan World Trade Center tanggal 11 September begitu penyelidikan mulai mendapatkan titik terang bahwa pelakunya adalah Bush sendiri dan Kelompok Yahudi.

Ooo..ternyata…[]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *