Multilevel Marketing, Syar’i Nggak Sih?

Program: VOICE OF ISLAM | Rubrik: Indahya Ekonomi Islam | Narasumber: ir. umar abdullah (Penulis buku “Kapitalisme; The Satanic Ideology”) | Tema: MULTI LEVEL MARKETING, SYARI’I NGGAK SIH?

Pengantar:

PyB, beberapa tahun belakangan ini banyak muncul cara pemasaran produk yang dikenal dengan nama MLM alias Multi-Level Marketing. Beberapa produk bahkan mengatakan bahwa teknik pemasaran ini sesuai sunnah nabi. Oleh karena itu kali ini  Voice of Islam mengangkat topik Multi-Level Marketing, Syar’i Nggak Sih?  Bersama Ust. Ir. Umar Abdullah…

Ust. Umar, sebenarnya dari mana sih asal usul pemasaran Multi-Level Marketing itu?

Persisnya tentu tidak bisa dipastikan. Tapi ada informasi bahwa model pemasaran yang menggunakan bisnis piramida ini terinspirasi oleh apa yang dilakukan oleh seorang yang bernama Charles K. Ponzi. Piramidanya juga disebut “schema Ponzi”.

Siapa itu Ponzi? Charles K. Ponzi adalah seorang imigran asal Itali yang migrasi ke Canada tahun 1903. Pada tahun 1920 Ponzi dan perusahaannya, jasa “kupon pos”, di Boston menjadi perbincangan di Pantai Timur Amerika. Dia berhasil meraup 9,5 juta dollar dari 10.000 investor dalam waktu singkat, dengan menjual surat perjanjian (promissory notes) “Bayar 55 sen untuk setiap sen, hanya dalam waktu 45 hari.”.

Ponzi kemudian disidangkan dengan tuduhan melakukan penipuan finansial. Metodanya dia namakan “buble burst”, dan kemudian kita kenal menjadi “skema Ponzi”. Ponzi kemudian berusaha kabur namun tertangkap hingga akhirnya Ponzi bermigrasi ke Brazil. Ponzi meninggal di RS Rio de Janeiro pada tahun 1949 hanya dengan warisan berupa uang pensiun dari pemerintah Brazil sebesar $75 untuk menutupi biaya penguburannya.

Nah, Skema Piramid dari sistem Ponzi ini ternyata menarik para pebisnis untuk mengadopsi cara bisnis piramid ini dan kemudian kita kenal dengan Multi Level Marketing. Ini skema piramid yang dimodifikasi, lebih lunak, lebih merata dan diberi aturan, untuk menjadi alat marketing produk/jasa. Skema piramida ini terbukti cukup ampuh untuk memasarkan produk/ jasa yang tadinya tidak terkenal sama sekali, untuk langsung meraih pasar dalam waktu singkat, tanpa harus bersusah payah dan keluar biaya iklan di media massa.

Batasan Multi-level Marketing sendiri  batasannya seperti apa?

Kalau kita klik di www.wikipedia.org, Multi-level marketing (Pemasaran Bertingkat) didefinisikan sebagai sistem penjualan dengan memanfaatkan konsumen langsung sebagai tenaga penyalur.

Dalam keanggotaan MLM biasanya ada Upline dan ada Downline. Upline biasanya merupakan anggota yang telah terlebih dahulu mendapatkan keanggotaan, sementara downline adalah anggota terbaru dari MLM yang masuk atas afiliasi dan anjuran seorang upline.

Komisi yang diberikan di dalam MLM (Multi Level Marketing) dihitung berdasarkan jasa distribusi yang otomatis terjadi jika konsumen dari tingkatan bawah (downline) melakukan pembelian barang atau menjual kepada pihak lain yang bukan anggota. Anggota MLM yang berada di tingkatan atas dari downline tersebut mendapatkan pula komisi tertentu sebagai imbalan jasanya memperkenalkan produk kepada downlink dan membantu perusahaan MLM mendapatkan konsumen dalam arti sebenarnya. Balas jasa kepada upline bisa pula diberikan setiap kali mendapatkan anggota baru.

Terus bagaimana Islam memandang tentang sistem pemasaran Multi-level Marketing ini?

Di dalam Islam ada kaidah ushul yang  berbunyi

al-Ashlu fil af’aali attaqayyudu bi hukmisy syar’i.

Artinya: hukum asal perbuatan atau aktivitas adalah terikat dengan hukum syara’ (terikat dengan perintah dan larangan sang Pembuat Hukum, yaitu Allah).

Jadi karena MLM adalah sebuah aktivitas maka harus kita rujuk bagaimana aturan-aturan Islam yang berkaitan dengan aktivitas tersebut.

Kalau kita cermati fakta MLM, terdapat dua hal yang secara syariat perlu diperhatikan:

Yang pertama, adanya dua aqad yang bersamaan bagi anggota yang membeli produk sekaligus menjadi perantara penjualan produk ke orang lain lagi.

Dan yang kedua, adanya makelar yang mencarikan makelar berikutnya.

Kedua transaksi ini bertentangan dengan syariat Islam.

Untuk yang pertama, yakni dua aqad yang berbeda pada satu aqad, Rasulullah SAW telah melarangnya melalui sabda beliau yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad:

Nahaa rasulullah ‘an shafqatain fi shaqatin

“Rasulullah SAW melarang (kaum muslimin) dua perjanjian dalam satu perjanjian“

Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani rh. menafsirkan, bahwa makna hadits tersebut ialah Rasulullah SAW melarang adanya dua akad pada satu akad saja (wujuudu ‘aqdain fi aqdin wahidin). Syaikh An-Nabhani mencontohkan dua akad dalam satu akad, misalnya seseorang berkata,”‘Saya menjual rumah saya ini kepada Anda dengan syarat Anda menikahkan putri Anda kepada saya.” Ini tidak boleh, sebab perkataan “Saya menjual rumah saya ini kepada Anda” adalah akad pertama (akad jual-beli), dan perkataannya “Dengan syarat Anda menikahkan putri Anda kepada saya” adalah akad kedua (akad nikah). Kedua akad ini telah berkumpul menjadi satu akad, sehingga tidak dibenarkan sebagaimana hadits Rasulullah SAW di atas.

Dalam MLM seseorang yang mendapat Downline baru dia melakukan dua akad, akad pertama aqad jual beli, yakni dia menjual produk ke downlinenya. Akad kedua, dia menjadikan downlinenya tadi sebagai objek makelaran atas perintah dari uplinenya, dan dia dapatkan komisi dari didapatkannya downline baru ini. Umumnya downline baru yang ingin menjadi anggota diwajibkan membeli barang yang ditawarkan dan membayar biaya pendaftaran untuk jadi anggota MLM.

Yang kedua, adalah aqad makelar yang mencarikan makelar. Akad ini tidak syar’i karena makelar adalah mencarikan pembeli produk atau penjual produk bukan mencarikan makelar berikutnya. Makelar mencarikan makelar inipula yang membangun sistem jaringan dalam piramida Multi-level Marketing. Bonus yang didapat dari mencarikan jaringan makelar inilah yang dikejar oleh orang-orang yang bergabung dalam MLM.

Ringkasnya, transaksi dalam keanggotaan MLM adalah tidak syar’i, adapun sekedar membeli produknya hukumnya mubah, selama produknya bukan produk yang diharamkan dalam Islam.

Ust. Umar, secara syariat, apakah ada sisi lain yang perlu diperhatikan dalam bisnis MLM ini?

Ada hal yang sering menimbulkan ketidaknyamanan ketika seorang yang terlibat bisnis MLM sedang menawarkan produk sekaligus keanggotaan kepada orang lain yang mereka sebut prospek. Saking mengejar posisi di dalam piramid, anggota MLM tertentu sampai mendesak-desak seseorang untuk membeli produknya atau menjadi anggota MLM tertentu dengan iming-iming yang sangat muluk. Akhirnya sang prospek membeli produknya membeli produk itu dengan terpaksa, bukan karena membutuhkan produk itu, hanya karena yang menawarinya kerabatnya atau teman dekatnya yang begitu menggebu memprospeknya. Padahal jual beli itu harus ridha bi ridha, suka sama suka, dan tidak terpaksa.

Ust, kenapa sih banyak yang tertarik dengan bisnis dengan cara ini?

Yang pasti orang pengen cepat kaya dengan cara yang mudah. Itu sudah naluri manusia. Dan inilah yang dimanfaatkan oleh bisnis MLM. Iming-iming yang diberikan jika punya posisi tertentu di piramida MLM sangat luar biasa. Gaji yang selangit, bonus jalan-jalan ke mana, pada titik tertentu tidak perlu kerja keras lagi dlsb memang sering membuat orang jadi mabuk kepayang. Cara-cara seperti ini sebenarnya rentan praktek penipuan.

Tapi apa salah orang ingin cepat kaya?

Orang ingin kaya itu tidak salah, bahkan kaum muslimin diperintahkan untuk mencari karunia Allah di dunia ini. Tapi tentu dengan cara yang sesuai perintah Allah. Karena kita mencari kekayaan pun agar kita bisa melaksanakan lebih banyak lagi perintah Allah, misalnya kalau kita kaya kita bisa memberi nafkah dengan layak, bisa berdakwah dengan lebih mudah dan nyaman, bisa berzakat, bisa bisa naik haji, bisa menyiapkan perlengkapan perang dengan lebih baik jika ada seruan untuk berjihad fi sabilillah dlsb.

Lalu apakah kita tidak boleh berbisnis dengan sistem jaringan, ust?

Berbisnis dengan sistem jaringan dalam faktanya sangat memudahkan pemasaran sebuah produk, tapi tidak dengan sistem MLM. Islam memberikan jalan keluar dengan aqad syirkah (kerjasama), aqad samsarah (makelaran), aqad al-bai’ (jual beli) yang bisa dilakukan dalam jaringan tetapi dilakukan aqad per aqad.

Bisa diberikan contohnya Ust>?

Misalnya, Media Islam Net mempunyai bagian yang namanya Distributor Utama Produk Media yang menjual produk-produk media karya para narasumber di Media Islam Net, misal VCD, buku, tabloid, MP3, dan buletin. Lalu Distributor ini membuat jaringan pemasaran para agen di 150 kota di Indonesia. Aqad Distributor dengan Agen di masing-masing kota adalah aqad al-Bai’ (jual beli) dengan memberi diskon 30 hingga 50 % tergantung produk dan jumlah pembelian. Lalu Agen beraqad dengan para Pengecer dengan bisa dengan aqad jual beli baik cash maupun kredit, bisa dengan akad samsarah alias makelaran atau biasa dikenal dengan nama konsinyasi, bisa pula sekalian dibuat akad syirkah, baik syirkah mudharabah atau syirkah inan. Tergantung kesepakatan dan kondisi masing-masing kota. Jika jaringan pemasaran ini semakin berkembang, maka agen kota semakin memiliki modal untuk memberi lebih banyak produk dan lebih banyak jumlahnya, diskon pun semakin besar.   Pengecer yang di bawahnya mulai bisa membeli cash sehingga diskon yang diberikan Agen kota juga semakin besar, sehingga Pengecer bisa punya pengecer lagi di bawahnya hingga tingkat kampung atau dusun. Demikianlah pengembangan harta ini berjalan sesuai pertumbuhan pemasarannya. Dan kejelasan aqad menjadikan jaringan ini menjadi berkah dan sangat kokoh. Sering dijumpai kerapuhan dan akhirnya kehancuran sebuah jaringan karena ketidakkukuhan dalam memegang aqad secara syar’i.

KESIMPULAN

Multi-level Marketing tidak syar’i karena melanggar dengan aqad-aqad yang ditetapkan oleh Rasulullah saw. Pembangunan jaringan pemasaran hendaknya dilakukan secara syar’i insya Allah berkah dan selamat.[]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *